Berita

Investasi Baja Galvanis Dukung Industri Otomotif

3JAKARTA– Efek berganda pertumbuhan industri baja makin terasa di sektor industri nasional. Sebagai penghasil bahan baku dasar bagi banyak industri lainnya, industri baja menjadi prioritas yang penting bagi pengembangan industri. Meningkatnya konsumsi produk baja domestik dari 6 juta ton pada 2009 menjadi 12 juta ton pada 2014 menunjukkan pertumbuhan di sektor industri. Angka tersebut diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi.

Salah satu industri yang tumbuh sejalan dengan peningkatan konsumsi baja domestik adalah industri otomotif nasional. Produksi mobil tumbuh dari 465 ribu unit pada 2009 menjadi 1,2 juta unit pada 2014. “Perkembangan produksi mobil adalah peluang penting bagi industri besi baja, terutama komponen otomotif yang sebagian besar bahan bakunya berasal dari baja,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dalam sambutannya ketika meresmikan pabrik baja galvanis PT JFE Galvanizing Indonesia di Cikarang, Kamis 15 September 2016.

Pada saat ini adasekitar 200 perusahaan industri baja nasional hulu dan hilir di Indonesia. Seluruhnya menyerap lebih dari 350 ribu orang tenaga langsung serta memiliki utilisasi produksi sebesar 5 juta ton per tahun. Untuk memenuhi permintaan baja domestik dan menghindari ketergantungan yang tinggi terhadap baja impor, masih perlu banyak investasi baru di sektor baja.

“Pembangunan pabrik PT JFE Steel Galvanizing Indonesia diharapkan memberi kontribusi pada pemenuhan bahan baku baja dalam negeri, khususnya produk pelat baja canai dingin yang dilapisi (galvanized steel) untuk memenuhi kebutuhan produksi kendaraan roda empat,” kata Menteri.

Pabrik PT JFE Steel Galvanizing Indonesia (JSGI) menempati lahan seluas 17,1 hektare di kawasan industri MM2100 Cikarang, Bekasi (Jawa Barat). Ia berdiri dengan investasi USD 300 juta oleh perusahaan Jepang JFE Steel Corp. JSGI menghasilkan produk baja jenis galvannealed (GA) dan cold rolled (CR) steel dengan kapasitas produksi sebesar 400 ribu ton per tahun.

Presiden Direktur JFE Steel Coorporation Japan Koji Kakigi menyampaikan bahwa perusahaan tersebut akan menjadi produsen pertama lembaran baja untuk kebutuhan industri otomotif di Indonesia. JSGI juga menyediakan lapangan kerja bagi 200 tenaga kerja langsung, dan tambahan peluang kerja secara tidak langsung untuk sekitar 100 orang.

Produk yang dihasilkan JSGI akan mengurangi impor CGL coil (baja berlapis zinc) sehingga diharapkan mampu memperkecil defisit pada neraca perdagangan. “Pendirian pabrik JSGI bertujuan untuk mendukung dan melengkapi piramida industri otomotif di Indonesia sehingga bisnisnya semakin berkembang dan meningkatkan ekspor,” kata Koji.

Koji bersyukur dengan fasilitas tax allowance oleh Pemerintah Indonesia dalam penanaman investasi tersebut. JSGI kini sedang menjalani proses material approval dan akan segera melakukan proses produksi sebenarnya. Selanjutnya, JSGI melakukan pembinaan sumber daya manusia untuk menunjang transfer teknologi.

Di tengah perlambatan ekonomi di tahun 2015, sektor industri masih mengalami pertumbuhan di atas pertumbuhan ekonomi yaitu sebesar 5,3% pada tahun 2015. Sedangkan pertumbuhan sektor industri logam pada 2015 mencapai 6,5%. Untuk memperkuat industri besi baja nasional, maka pemerintah terus berupaya mendorong industri dalam negeri untuk dapat mengembangkan produknya, sehingga mempunyai daya saing yang kuat yang dapat memenuhi konsumsi baja di dalam negeri maupun untuk tujuan ekspor.

Direktur Industri Logam Kementerian Perindustrian Doddy Rahadi yang mendampingi Menperin dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa dalam rangka pengembangan industri baja nasional, selain investasi baru, Kemenperin juga mendorong produsen baja dalam negeri yang telah berdiri untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas produksinya.

Meningkatnya kapasitas dan kualitas industri baja dalam negeri merupakan salah satu faktor pendorong percepatan pertumbuhan industri untuk mencapai sasaran pembangunan nasional jangka panjang. Tujuan dari percepatan tersebut adalah untuk meningkatkan kontribusi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional yang saat ini besarnya sekitar 19%-20%. (*)