JAKARTA— Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) melihat sentimen positif untuk industri pembiayaan (multifinance) memang nyata, walaupun ada batasan. Menurut Ketua Umum APPI Suwandi Wiratno, kinerja pembiayaan multifinance tahun 2021 ini tak akan turun lagi seperti periode 2020, walau tak akan menyamai tahun 2019. “Alat berat itu kan dipengaruhi industri tambang, kelapa sawit, infrastruktur dan rumah, juga kehutanan. Sekarang itu sudah jalan lagi semuanya,” ujar Suwandi seperti dikutip Bisnis.com, sekitar awal bulan lalu.
Suwandi menjelaskan penyaluran kepada sektor-sektor ini sudah mendapat momentum sejak kuartal kempat tahun 2020. Di kuartal terakhir tahun 2020, ekonomi mulai pulih, dan harga komoditas mendorong perusahaan terkait mulai mendapat potensi kontrak-kontrak baru. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), piutang pembiayaan multifinance ke sektor alat berat mencapai Rp 27,91 triliun sepanjang 2020. Piutang untuk alat berat tercatat terus turun sejak Maret 2020, dan turun 21,4 persen (year-on-year, yoy) dari capaian 2019 sebesar Rp 35,53 triliun.
Pembiayaan ke sektor multifinance mungkin bisa tertahan, karena banyak debitur yang masih terikat kontrak sewa untuk usaha alat berat tercatat mengajukan restrukturisasi. Suwandi menyatakan masih menunggu apakah restrukturisasi akan dilanjutkan atau tidak pada periode setelah batas akhir kontrak restrukturisasi, yakni bulan Maret nanti. Semua pihak berharap cicilan lama mulai jalan, dan pembiayaan baru bertambah, tapi tergantung kondisi dan kebijakan masing-masing perusahaan lanjut Suwandi.
Penyaluran per bulan saat ini berkisar 40 sampai 50 persen dari sebelum Covid-19, dan mulai perlahan naik karena ditopang kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat yang mulai membaik. Industri ini jatuh sangat dalam tahun lalu, jadi kalau ada kondisi terburuk lagi akibat pandemi di tahun 2021, menurut tak akan seperti tahun kemarin.
Kegiatan masyarakat yang dibatasi akibat pandemi turut mengurangi penyaluran ke otomotif baik untuk segmen mobil pengangkutan di ranah produktif, atau motor dan mobil baru dan bekas di ranah konsumtif. Ia berharap pembatasan sosial bisa cepat rampung supaya kebutuhan pengguna kendaraan bermotor bisa memacu penjualan otomotif. Kinerja piutang pembiayaan sepanjang tahun 2020 untuk mobil pengangkutan tercatat mencapai Rp41,11 triliun, turun 16,47 persen (yoy) dari akhir 2019 sebanyak Rp 49,23 triliun.
Untuk segmen konsumtif motor baru hanya mencatatkan Rp 64,70 triliun atau turun 23,33 persen (yoy), sementara motor bekas Rp 16,58 triliun atau turun 23,76 persen (yoy).
Segmen roda empat baru masih memberikan nilai penyaluran tertinggi, sebesar Rp 112,22 triliun, turun 17,46 persen (yoy) dari Rp 135,97 triliun pada Desember 2019. Segmen mobil bekas turun paling sedikit dibanding segmen lainnya, yakni Rp 57,38 triliun atau hanya turun 1,82 persen (yoy) dari capaian 2019 yang sebesar Rp 58,45 triliun. Walau nilai piutang kelolaan belum bisa menyamai kinerja akhir 2019, setidaknya nilai penurunan bulanan pada kuartal keempat tahun 2020 mulai melandai karena ditopang pembiayaan baru yang mulai berjalan lagi.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W Budiawan berharap periode 2021 menjadi masa perbaikan kinerja industri pembiayaan yang telah banyak memberikan restrukturisasi mencapai Rp 189,96 triliun atau sebesar 48,52 persen dari total piutang pembiayaan. Ia mengungkapkan kredit yang mendapat restrukturisasi merupakan indikator pembilangnya, baik itu flat, atau ada pelunasan, atau justru ada tambahan baru. Sementara angka penyebutnya adalah new financing growth. Menurutnya, pertumbuhan tiga persen atau kurang lebih satu persen saja itu sudah cukup bagus. (*)