KOMPAS— Tren penjualan mobil nasional pada Januari–April 2025 melemah dibanding periode yang sama tahun 2025 lalu. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), total pengiriman dari pabrik ke dealer (whole sales) sepanjang Januari–April 2025 mencapai 256.368 unit, turun 2,9 persen dibanding periode yang sama tahun 2024 sebanyak 264.014 unit. Sementara itu, penjualan retail (dari dealer ke konsumen) pada periode yang sama turun 7,7 persen menjadi 267.514 unit, dari sebelumnya 289.917 unit pada Januari–April 2024.
Ketua I Gaikindo, Jongkie Sugiarto, mengatakan bahwa penurunan ini sudah tergambar dari situasi ekonomi nasional yang sedang tidak stabil. “Kemarin baru diumumkan pertumbuhan ekonomi kita 4,87 persen, betul kan. Itu sudah menjawab bahwa memang keadaan, pertumbuhan ekonomi kita saja cuma segitu, biasanya 5,1 sampai 5,2 persen,” kata Jongkie di Jakarta, belum lama ini.
Jongkie berharap ke depan tren penjualan mobil akan kembali meningkat. Namun, hal itu bergantung pada sejumlah faktor utama, seperti membaiknya pertumbuhan ekonomi, nilai tukar rupiah yang menguat, serta suku bunga yang stabil. “Karena saya sudah bilang, 60 persen penjualan otomotif kita dibiayai kredit leasing, jadi suku bunga berperan sekali,” katanya.
Selain ketiga hal tersebut, Jongkie juga mengingatkan agar kebijakan yang dapat menekan industri otomotif, seperti penerapan opsen pajak kendaraan ditunda terlebih dahulu. “Dan kemarin-kemarin ada cerita soal opsen soal ini itu, tolong ditunda dulu, keadaan sedang jelek nih. Nanti ditimpa ada opsen ya klenger (tambah turun),” katanya. “Makanya waktu itu kita coba memberikan dan diterima usulan kami, informasi dari kami disampaikan. Kalau bisa jangan dinaikkan dulu, ini sedang jelek karena jadi kontraproduktif,” katanya.
Jongkie memahami bahwa tujuan penerapan opsen adalah untuk meningkatkan pendapatan pemerintah daerah. Namun, jika kebijakan tersebut membuat masyarakat enggan membeli kendaraan, dampaknya bisa justru merugikan. “Harapan Pemda waktu itu ingin mendapatkan income yang lebih tinggi dengan kenaikan tarif-tarif tadi. Tapi kalau ada niat dinaikkan kemudian orang tidak jadi beli, dapat duit tidak Pemdanya, kan tidak,” ungkapnya. “Sebetulnya kalau saya bilang diturunkan, supaya orang beli. Kalau beli (mobil) volume naik, penerimaannya juga pasti naik,” kata Jongkie. (*)