Berita

BMW Minta Larangan Impor Mobil Mewah Dipertimbangkan Lagi

JAKARTA— Pemerintah menawarkan cara menekan defisit transaksi berjalan dengan menaikkan ekspor dan mengurangi impor. Di dalamnya termasuk rencana mengurangi impor mobil mewah dengan kapasitas mesin di atas 3.000 CC. Itu semua untuk mengurangi potensi defisit diakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah. Cara tersebut membuat para distributor mobil di Indonesia meminta agar dipertimbangkan lagi.

Vice President Corporate Communication BMW Group Jodie O’tania mengatakan sebelum adanya kebijakan tersebut, BMW Indonesia yakin bahwa kementerian terkait telah melakukan riset mendalam. BMW Indonesia berkomitmen untuk selalu mendukung kebijakan pemerintah. “Sebagai masukan dan bahan pertimbangan, pemerintah juga perlu memperhitungkan perusahaan yang telah menanamkan investasi dan melakukan perakitan kendaraan secara lokal terkait dengan pembatasan impor kendaraan diatas 3.000 CC,” kata Jodie seperti dikutip SINDOnews di Jakarta Rabu, 5 September 2018.

Menurut Jodie, BMW merakit mobil di Indonesia sejak 1976. Dan mulai 2011 BMW meningkatkan perakitan mobil di Indonesia bekerja sama dengan pabrik PT Gaya Motor di Sunter (Jakarta Utara). Hampir seluruh mobil BMW yang dijual di dalam negeri merupakan kendaraan produksi local, lebih dari 80 persen.

Pada saat ini ada enam model terbaik BMW telah dirakit di Indonesia, antara lain BMW Seri 7, BMW Seri 5, BMW Seri 3, BMW X5, BMW X3 dan BMW X1. Di awal tahun ini BMW telah menambah model yang dirakit secara lokal yaitu All-new BMW 520i. “Sebagian besar mobil BMW hadir dengan cc kecil, namun tanpa mengorbankan performa kendaraan. Hanya beberapa model BMW di atas 3.000 CC, yaitu All-new BMW M5,” kata Jodie.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah sudah mengevaluasi 900 komoditas yang kena pembatasan impor. Salah satunya adalah mobil mewah di atas 3.000 CC. “Terkait barang mewah, misalnya mobil mewah di atas 3.000 CC, kita akan batasi atau kita stop dulu sementara,” katanya di Gedung DPR, Jakarta. (*)