DETIK— Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan industri mobil bermesin hybrid membutuhkan insentif. Dan menurutnya, insentif untuk hybrid tak sebesar industri mobil listrik. Dia mengatakan, insentif perlu agar pabrik-pabrik mobil hybrid tak memindahkan produksinya dari Indonesia ke negara lain. Ini berkaca dari pengalaman masa lalu di mana industri semikonduktor dipersulit hingga akhirnya pabrik-pabrik itu hengkang.
“Kami tak mau pabrik mobil hybrid yang sudah ada di Indonesia itu pindah. Ini kasusnya sama ketika tahun 1980-an, kita mempersulit tumbuhnya industri semikonduktor dan mereka semua pindah ke Malaysia,” paparnya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Jakarta, Senin 26 Agustus 2024.
Ia tak mau negara-negara lain memberikan insentif dan menarik pabrik-pabrik yang ada di Indonesia. “Kami juga tak mau kemudian negara-negara lain di ASEAN memberikan insentif untuk menarik bagi pengembangan mobil-mobil hybrid itu nanti pindah ke negara-negara tersebut,” katanya.
Menteri mengaku belum tahu insentif apa yang akan diberikan. Dia juga mengatakan, insentif untuk industri mobil hybrid belum ada pembahasan. “Belum bahas, tapi itu kira-kira jalan pikiran dari Kemenperin seperti itu,” katanya.
Empat Alasan Mobil Hybrid Berhak Mendapatkan Insentif
Insentif untuk mobil bermesin listrik bermula dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO). Ketua I GAIKINDO Jongkie D Sugiarto mengatakan, GAIKINDO mengusulkan kepada pemerintah bahwa mobil hybrid juga perlu diperhatikan, selain mobil listrik. Apalagi, mobil hybrid adalah ‘jembatan’ dari mobil bermesin pembakaran dalam (internal combustion engine, ICE) menuju mobil listrik berbasis baterai.
“Dari mobil ICE jangan langsung loncat ke BEV atau mobil listrik, tapi ke hybrid dulu saja. Kalau hybrid ini kan mobil masih memakai mesin konvensional dan ada baterainya,” kata Jongkie dalam program Autobizz CNBC Indonesia, dikutip Kamis 15 Agustus 2024.
Menurut Jongkie, ada empat alasan atau kriteria mengapa mobil hybrid perlu mendapatkan insentif.
Pertama, mesin bakar di mobil hybrid jarang menyala, maka pemakaian bahan bakar minyak (BBM)-nya pun hemat. “Dan itu cukup signifikan, bisa dikatakan 40-50 persen penghematan BBM-nya,” kata Jongkie.
Kedua, polusinya rendah karena mesin bakarnya jarang beroperasi lantaran terbantu dengan motor listrik dan baterainya.
Ketiga, mobil hybrid tak memerlukan charging station, jadi tidak perlu menunggu sampai infrastrukturnya tersebar.
Keempat, ongkos produksi mobil hybrid tak semahal mobil listrik. (*)