Berita Economy & Industry

Diserap Sektor Otomotif, Industri Mold and Dies makin Melaju

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus berupaya mengembangkan industri tools— terutama mold, dies, jig and fixture. Ini sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) Tahun 2015-2035. Sektor ini merupakan bagian dari industri mesin dan peralatan dalam sektor industri barang modal, komponen, bahan penolong, dan jasa industri.

“Industri mold, dies, jig and fixture merupakan sektor pendukung yang strategis bagi indutri mesin dan perlengkapan, yang memproduksi perkakas atau tools untuk industri pengguna, seperti industri otomotif, elektronika, makanan dan minuman, dan sebagainya,” kata Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Taufiek Bawazier dalam sambutannya secara virtual pada Seminar Nasional Pengembangan Industri Mold and Dies Dalam Negeri di Yogyakarta, Kamis 10 November 2022.

Ia mengatakan produk mold, dies, jig and fixture punya peranan penting dalam proses pembentukan utama dari suatu benda kerja sebelum dilakukan perlakuan tertentu lanjutan (seperti halnya heat treatment) dan proses finishing. Oleh karena itu, industri mesin dan perlengkapan menjadi sektor yang vital dalam struktur perindustrian di Indonesia. “Sebab, industri mesin dan perlengkapan sebagai salah satu sektor fundamental untuk memasok barang modal berupa mesin dan peralatan bagi sektor manufaktur, konstruksi, pertambangan, energi, pertanian, transportasi, dan sektor lainnya dalam rangka meningkatkan produktivitas,” katanya.

 Industri mold, dies, jig and fixture memberi kontribusi penting bagi perekonomian nasional. Hingga Agustus 2022, kinerja ekspor industri mold sebesar USD15,8 juta, industri dies sebesar 8,7 juta dolar Amerika Serikat (AS), serta industri jig and fixture sebesar 44 juta dolar AS. ”Untuk segmentasi pasar produk mold, industri otomotif merupakan sektor pengguna terbesar yang mencapai 41 persen dibanding sektor lainnya seperti industri elektronik (16 persen) serta industri peralatan dan perkakas (14 persen),” katanya.

Industri otomotif sebagai pengguna terbesar karena banyak suku cadang dari kendaraan bermotor, khususnya bagian interior, yang menggunakan part berbahan baku plastik. “Sedangkan untuk segmentasi pasar produk dies, industri otomotif juga merupakan sektor pengguna terbesar yang mencapai 64 persen disbanding sektor lain,” kata Taufiek.

Dalam seminar nasional ini, terungkap bahwa perlunya collaborative nanufacturing dari berbagai pihak, seperti pemerintah, industry, dan akademisi. Tujuannya agar dapat meminimalkan kesenjangan teknologi dan SDM sehingga mendukung peningkatan daya saingindustri mold, dies, jig and fixture dalam negri. Collaborative Manufacturing tersebut akan diwujudkan dalam Indonesia manufactuirng centre (IMC) yang sedang dikembangkan sistem dan lembaganya.

Peluang besar

Industri mold and dies masih memiliki peluang besar untuk memperluas pasarnya. Industri ini diperkirakan mengalami kenaikan yang signifikan, seiring dengan pertumbuhan kinerja sektor otomotif maupun elektronika. “Jika kita cermati, potensi pengembangan kapabilitas perkakas berdasarkan volume pasar dan tingkat kapabilitas, Indonesia berada pada posisi rising stars bersama dengan Afrika Selatan, Brasil, India, Meksiko dan Vietnam,” kata Taufiek.

Kelompok rising stars tersebut dianggap sebagai negara yang menjanjikan dalam pengembangan industri mold, dies, jig and fixture. Bahkan industri makin tumbuh dalam waktu dekat, baik secara volume pasar maupun kapabilitas seiring dengan pertumbuhan ekonomi. Dalam memacu industri mold, dies, jig and fixture, Kemenperin fokus pada pengoptimalan penggunaan komponen dalam negeri sekaligus menjalankan kebijakan substitusi impor. Selain itu, didorong dengan kegiatan riset dan pengembangan (research and development, R&D) serta didukung ketersediaan sumber daya manusia yang kompeten.

Oleh karena itu, Plt Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian Kemenperin, M Arifin berharap melalui seminar nasional ini menjadi salah satu tahapan untuk dapat menyusun blueprint pengembangan industri mold and dies di Indonesia. “Tentunya dengan strategi kebijakan dan program pengembangan meliputi aspek produksi, peningkatan utilisasi, peningkatan kemampuan bahan baku dalam negeri, penguatan pasar dalam dan luar negeri, harmonisasi regulasi dan kebijakan, serta meningkatkan efektivitas penerapan standar produk,” katanya.

Seminar yang diikuti oleh para pelaku industri mold, dies, jig and fixture di Indonesia ini, menghadirkan beberapa narasumber dari perwakilan Kemenperin, Indonesia Mold & Dies Industry Association (IMDIA), Gabungan Industri Alat Mobil dan Motor (GIAMM), serta PT Astra Honda Motor (AHM). Senior Advisor IMDIA Petrus Tedja Hapsoro menyampaikan, industri pendukung (supporting industries) khususnya pembuat produk mold, die, jig and fixture masih perlu dikembangkan secara optimal. Apalagi, industri ini menjadi sektor yang perlu mendapat prioritas pengembangan sesuai Reancana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035. “Dengan mendorong peningkatan kemampuan dan daya saing industri mold, dies, jig dan fixture dalam negeri, diharapkan dapat mendukung program pengoptiomalan TKDN (tingkat komponen dalam negeri) dan ekspor produk manufaktur,” katanya.

Dalam upaya pengembangan industri mold, dies, jig and fixture, IMDIA meminta kepada Kemenperin agar dapat menjalin kerja sama dengn dunia pendidikan untuk menyiapkan sumberdaya manusia (SDM) yang kompeten. Selain itu, diperlukan keberpihakan dan keterlibatan sektor industri elektronika, otomotif, alat kesehatan, dan kemasan untuk meningkatkan penggunaan produk mold, die, jig dan fixture dari dalam negeri. “Kami juga mngharapkan adanya pemberian fasilitas fiskal maupun nonfiskal bagi perusahaan industri di dalam negeri yang melakukan investasi di bidang mold, die, jig and fixture,” katanya. (*)