JAKARTA— Perbandingan kepemilikan kendaraan bermotor di Indonesia masih cukup rendah, 87 kendaraan per 1.000 orang. Di sisi lain, Bank Dunia memprediksi bahwa jumlah kelas menengah Indonesia akan mencapai 143 Juta orang, atau 50 persen dari total jumlah penduduk Indonesia. Itu artinya industri otomotif nasional sangat berpotensi berkembang di masa depan.
Namun beberapa tantangan juga perlu mendapatkan perhatian serius, di antaranya adalah perubahan tren global. Saat ini industri otomotif dunia sedang menuju ke arah pengembangan electric vehicle (mobil listrik) dan autonomous vehicle (mobil tanpa sopir). Ditambah lagi, perekonomian dunia dalam beberapa tahun ini cenderung melemah akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Beberapa keadaan ini berkontribusi dalam pelemahan nilai investasi dan penjualan sektor otomotif secara global.
Membicarakan peluang dan tantangan ini, Ikatan Alumni Airlangga (IKA) Fakultas Hukum se-Jabodetabek, Selasa 10 Maret 2020 mengadakan diskusi dengan tema Industri Otomotif Indonesia: Kebijakan, Prospek dan Tantangan Pengembangannya. Hadir sebagai pembicara adalah Eko Cahyanto (Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Industri, Kementerian Perindustrian); Andi Hartanto (PT Astra International Tbk.); Iman Prihandono (Ketua Departemen Hukum Internasional, Fakultas Hukum Unair). Tampil sebagai moderator adalah Aru Armando (Kepala Kantor Wilayah III Bandung, Komisi Pengawas Persaingan Usaha).
Menurut Eko Cahyanto, sektor otomotif merupakan industri penting nasional yang kontribusinya sangat signifikan terhadap perekonomian nasional. Saat ini industri otomotif menyumbang setidaknya 60 persen dari total PDB nasional. Selain itu, Indonesia telah menjadi net-exporter untuk produk otomotif. Ini artinya, Indonesia telah mampu bersaing secara global dalam industri otomotif. Hanya saja, industri otomotif perlu melakukan diversifikasi produk, pasar mobil jenis sedan dan sport utility vehicle (SUV) masih terbuka lebar di Australia dan negara-negara Arab.
Selanjutnya Andi Hartanto menekankan pentingnya intellectual property rights (IPR) dalam industri otomotif. Hampir semua tahapan dalam proses produksi, komponen dan produk akhir dalam industri ini sangat dipengaruhi keberadaan IPR. Menurut Andi, nilai jual terpenting dalam industri otomotif adalah IPR-nya. ” Industri otomotif nasional perlu diberikan insentif agar dapat terus melakukan inovasi-inovasi baru,” katanya, seperti dikutip Republika.
Sebagai perwakilan dari akademisi, Iman Prihandono mengamati setidaknya ada tiga tantangan dalam industri otomotif nasional. Yaitu menaikkan angka tingkat kandungan dalam negeri (TKDN), meningkatkan angka indeks produktivitas pekerja, dan mempersiapkan produk otomotif yang ramah lingkungan. “Secara bertahap kendaraan bermotor perlu beralih menggunakan energi terbarukan, ini dapat mengurangi impor dan subsidi bahan bakar minyak (BBM) secara signifikan”, katanya.
Ketua IKA Fakultas Hukum Unair se-Jabodetabek Didik Setyadi menyampaikan apresiasinya kepada semua pembicara dan seluruh alumni Fakultas Hukum Unair yang telah berpartisipasi. Didik berharap diskusi ini dapat memberikan masukan yang seimbang tentang posisi seluruh stakeholder dalam industri otomotif, termasuk pekerja, pabrikan (ATPM), dan supplier komponen (usaha kecil menengah). “Alumni Universitas Airlangga yang tersebar di banyak profesi dan kementerian tentu akan selalu siap memberikan masukan dan dukungan kepada pemerintah untuk memajukan industri nasional” katanya. (*)