JAKARTA— Ekonom dan Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic Mohammad Faisal menyebut ekspor nasional akan bisa terus ditingkatkan bila ada kebijakan yang betul-betul diarahkan pada pembenahan sektor manufaktur di berbagai daerah. “Pertumbuhan ekspor lambat karena industri untuk manufaktur tidak signifikan,” kata Faisal di Jakarta, seperti dikutip Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara, awal September 2019.
Faisal mengingatkan bahwa sejak dulu Indonesia seperti terperangkap dengan ekspor yang lebih mengandalkan bahan mentah. Itu seperti dulu ketika ekspor masih mengandalkan minyak bumi dan kayu gelondongan. Sedangkan pada saat ini komoditas kelapa sawit menjadi salah satu andalannya.
Ia menuturkan, berbagai negara maju dapat mencapai ke tahapannya yang sekarang karena mereka dapat mencapai pertumbuhan tinggi dengan ditopang oleh sektor manufakturnya masing-masing. “Karena dengan mendorong industri manufaktur, juga akan mendorong ekspor,” katanya.
Di tempat terpisah, Bank Indonesia (BI) menyatakan akan mendorong kinerja industri manufaktur berorientasi ekspor dengan membuat sektor itu semakin terhubung antarindustri dan antarwilayah yang bertujuan untuk menekan defisit transaksi berjalan.
“Selama (defisit) current accounttak bisa diatasi, maka pertumbuhan ekonomi tidak bisa naik di atas lima persen,” kata Kepala Grup Sektoral dan Regional Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter BI Endi Dwi Cahyo usai seminar nasional terkait manufaktur di Jakarta.
Menurut dia, perlu didorong hilirisasi komoditas industri misalnya nikel yang di hilir diproduksi menjadi baterai untuk mobil listrik. Dengan demikian, lanjut dia, akan terjadi koneksi antarindustri dan antarwilayah sehingga bahan baku yang sebelumnya impor dapat ditekan dan pada akhirnya juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.
Dia menjelaskan strategi yang akan dilakukan yakni dengan integrasi dan koordinasi bertahap dengan fokus pada tiga sektor manufaktur prioritas yakni otomotif, tekstil, dan alas kaki.
Ketiga sektor itu, kata dia, memiliki daya saing dan merupakan komoditas yang banyak diekspor dibandingkan impor. Tiga sektor manufaktur prioritas versi BI itu juga dibahas dalam seminar nasional manufaktur dengan menghadirkan industri dan pemerintah daerah.
Ia mengungkapkan tiga sektor tersebut akan dibahas dalam rapat koordinasi antara BI, pemerintah pusat di antaranya tujuh kementerian dan pemerintah daerah untuk menggenjot ekspor industri manufaktur itu. “Ini untuk memberi komitmen kebijakan apa yang akan ditempuh untuk mendorong manufaktur. Kebijakan itu kemudian kami pantau, evaluasi dan setelah tiga bulan, kami akan evaluasi lagi,” katanya.
BI sebelumnya menyebutkan defisit transaksi berjalan Indonesia meningkat menjadi 3,04 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau sebesar 8,44 miliar dolar Amerika Serikat (AS) pada kuartal kedua 2019, dari 6,96 miliar dolar AS pada kuartal pertama 2019. (*)