JAKARTA – Pemerintah diminta mereformulasi strategi perdagangan luar negeri di tengah tren penurunan harga komoditas andalan ekspor Indonesia seperti batu bara dan minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil, CPO). Beberapa produk Tanah Air yang dapat dijadikan alternatif ekspor seperti produk otomotif atau spare part.
Direktur Center of Economic and Law Studie (Celios) Bhima Yudhistira mengusulkan agar Indonesia melihat dengan jeli produk-produk yang bisa dipasarkan dan berdaya saing, khususnya ke negara-negara nontradisional. “Komoditas yang menunjang perdagangan selama ini seperti batu bara dan CPO ini harga mulai turun. Kita perlu mereformulasi strategi misalnya ekspor ke negara-negara nontradisional. Tapi yang harus diperhatikan adalah produk ekspor apa yang berdaya saing,” ujar Bhima, seperti dikutip BISNIS beberapa pekan yang lalu.
Neraca perdagangan Indonesia selama semester pertama 2022 berhasil mencapai 24,89 miliar dolar Amerika Serikat (AS). Ini naik sebesar 110,22 persen dibanding periode yang sama tahun 2021 yang lalu. Capaian positif ini disebabkan oleh durian runtuh dari lonjakan harga komoditas internasional dalam beberapa tahun terakhir. Khususnya pada ekspor andalan Indonesia seperti batu bara, bauksit, nikel, tembaga hingga minyak kelapa sawit.
Namun Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri memperkirakan apabila kini rata-rata harga batu bara 224 dolar AS per ton, maka ke depan diperkirakan harganya akan turun ke bawah 200 dolar AS per ton. Komoditas ekspor andalan Indonesia yang diperkirakan alami penurunan juga adalah CPO, yang akan turun ke bawah 1.000 dolar AS per ton. “Ini merupakan warning sebenarnya dari surplus perdagangan selama ini. Kita perlu mereformulasi strategi misalnya ekspor ke negara-negara non tradisional,” kata Bhima.
Selain CPO dan batu bara, produk manufaktur Indonesia seperti spare part otomotif masih potensial untuk diekspor. Produk tersebut, ujar dia, bisa dijajakan ke wTimur Tengah atau Afrika Utara. Sebab, perekonomian di wilayah tersebut masih menikmati harga booming minyak dan jauh dari efek kekacauan Ukraina-Rusia dan China-Taiwan. “Ekspor manufaktur misalnya produk otomotif, spare part itu pasarnya di MENA, Middle East and North Afrika, itu Afrika bagian utara, Timur Tengah, pertumbuhan sektor otomotif itu masih prospektif terutama yang masih menggunakan [bahan bakar] fosil,” katanya.
Pasar otomotif di wilayah tersebut pada tahun 2025 diperkirakan tumbuh 36 persen pasar, terutama di Saudi Arabia, kemudian Mesir, dan Uni Emirat Arab. Butuh produk yang bisa dijajaki juga adalah kendaraan listrik untuk angkutan logistik. “Kita melihat juga bahwa sektor otomotif ini tidak hanya untuk kendaraan pribadi, tapi juga kendaraan yang terbarukan kayak mobil listrik itu juga angkutan-angkuta logistik di kawasan timur tengah. sekarang yang paling prospek itu ya,” kata Bhima. (*)