Berita Economy & Industry

GAIKINDO: Berat Penuhi Target Produksi tanpa Dukungan Pemerintah

JAKARTA— Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menilai sudah saatnya pemerintah membantu mempermudah masyarakat dalam memiliki mobil baru di tengah pandemi COVID-19. Itu dikemukakan Sekretaris Umum GAIKINDO Kukuh Kumara dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip Sinar Harapan, Jumat 13 November 2020.

Menurut Kukuh, dengan memiliki mobil pribadi jelas lebih aman dari sisi kesehatan masyarakat. Dengan meningkatnya mobilitas masyarakat, tentu perekonomian Indonesia bisa bergerak kembali.

“Kami sampaikan konsumen perlu dibantu banyak agar kami pelaku industri bisa tetap produksi. Sebab industri otomotif ini memiliki pengaruh ke sektor lain. Contohnya, 80 persen pembelian kendaraan bermotor menggunakan jasa keuangan, belum lagi ada sektor asuransi, lalu ada UMKM yang memasok komponen dan sebagainya yang mendorong ekonomi. Kalau otomotif tumbuh maka utilisasi pabrik yang meningkat bisa menyerap lagi tenaga kerja di sektor ini,” kata Kukuh.

Tanpa dukungan pemerintah, Kukuh menilai akan sangat berat bagi para anggota Gaikindo untuk dapat memenuhi target produksi sebesar 600 ribu unit di tengah pandemi. “Kami hanya punya sisa dua bulan untuk mengejarnya. Apalagi kalau sudah Desember, itu pasti masyarakat sudah memilih untuk liburan dan menunda membeli sampai tahun depan,” katanya.

GAIKINDO meyakini bahwa Kemenkeu tak sepenuhnya menolak usulan pemberian insentif pajak nol persen untuk pembelian mobil baru. “Belum ditolak, tetapi dalam kajian. Kemenkeu masih melihat apakah kajiannya ini betul berdampak positif bagi perekonomian. Mudah-mudahan ada upaya lain yang bisa mempercepat pulihnya industri kendaraan bermotor. Kalau masyarakat diberi stimulus, kami menunggu karena bisa membantu untuk bangkit,” kata Kukuh.

Direktur Program INDEF Esther Sri Astuti menilai upaya Kemenperin mengusulkan keringanan pajak pembelian mobil sudah tepat untuk menggerakkan perekonomian. Sebab, pandemi COVID-19 terbukti telah mengurangi konsumsi akibat daya beli yang berkurang. “Karena sebagian masyarakat sudah hilang pekerjaan atau berkurang pendapatannya. Pemerintah seharusnya bisa melakukan intervensi dengan memberikan insentif fiskal,” kata Astuti.

Namun ia mengungkapkan, sebelum menyetujui pemberian insentif fiskal tentu Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu perlu melakukan kajian yang membutuhkan waktu. “Usulan pajak nol persen untuk kemungkinan kajiannya baru selesai tahun depan dari BKF,” katanya.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sendiri tak patah arang usai usulan relaksasi pajak nol persen untuk mobil yang diajukannya ditolak Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier mengaku instansinya terus memutar otak untuk mempermudah masyarakat memiliki kendaraan baru.

Menurut Taufiek, bukan tanpa alasan Kemenperin memutuskan untuk meningkatkan daya beli kendaraan masyarakat. Pasalnya, industri otomotif memiliki kontribusi sekitar 10 persen terhadap perekonomian Indonesia. Selain itu efek domino dari kegiatan produksi industri otomotif sangat besar bagi industri pendukung di bawahnya.

Ia mencatat, jumlah tenaga kerja yang terserap oleh industri otomotif dan pendukungnya sekitar 1,5 juta orang. Mulai dari pabrikan otomotif sebanyak 22 perusahaan yang menyerap 75 ribu pekerja, kemudian tier 1, 2, dan 3 pemasok komponen di bawahnya, sampai dealer mobil, bengkel, perusahaan pembiayaan dan bank.

“Jadi kalau dari sisi industrinya sudah kita berikan keringanan pajak, sekarang saatnya memberikan insentif bagi pembeli mobil. Kalau jumlah pemesanan dan penjualan meningkat, tentu utilitas pabrik otomotif kita bisa bertambah. Sehingga lebih banyak lagi tenaga kerja yang dilibatkan,” kataTaufiek, saat menjadi pembicara webinar Diskusi Virtual Industri Otomotif ‘Upaya Pemerintah Bangkitkan Industri Otomotif dari Dampak Pandemi COVID-19’ secara daring, Kamis 12 November 2020.

Industri otomotif nasional memiliki kapasitas produksi sampai 2,35 juta unit per tahun. Namun sampai saat ini, utilisasinya hanya mencapai 1,28 juta unit. Pada saat mengajukan usulan pajak nol persen untuk pembelian mobil baru kepada Kemenkeu, pertimbangan Kemenperin adalah imbasnya akan dirasakan tidak hanya oleh industri otomotif tetapi juga subsektor lain.

“Industri Kecil Menengah (IKM) yang memasok komponen, tentu tidak akan melakukan pengurangan karyawan. Karena komitmen kami dari awal, tidak ada PHK di industri otomotif. Tapi sekarang, kalau pabrik nya produktivitasnya menurun, maka supplier-nya juga terdampak,” katanya.

Ia mengaku Kemenperin sudah mengajukan lagi usulan insentif pajak bagi pembeli mobil kepada Kemenkeu. Namun, sampai saat ini belum diterima. “Kekuatan konsumen untuk membeli itu menjadi penting, jadinya butuh instrumen ke arah situ. Tugas kami di Kemenperin tentu membina industri. Tapi kebijakan fiskal ini kan ada di Kemenkeu keputusannya, jadi tetap kami dorong. Kalau pandangan Kemenkeu lain, tentu sektor otomotif akan turun dan performance ekonomi Indonesia ikut turun. Kalau ada instrumen lain dari sisi konsumen, kami akan dorong lagi,” katanya. (*)