Berita Economy & Industry

GAIKINDO Dukung Usulan Menperin Terkait Insentif untuk Mobil Hybrid

KATADATA— Wacana perlunya insentif dari pemerintah untuk mobil bermesin hybrid kembali mengemuka. Ini terjadi setelah Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan keinginannya untuk melanjutkan wacana tersebut. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) merespon positif terhadap perkembangan itu.

GAIKINDO menilai bahwa teknologi hybrid juga memberi dampak positif terhadap kualitas udara di Tanah Air. “Kami sependapat bahwa mobil hybrid sebaiknya juga mendapatkan insentif walaupun tidak sebesar kendaraan listrik,” kata Jongkie D Sugiarto (Ketua I Gaikindo).

Selain mengurangi emisi gas buang, hybrid juga dinilai lebih hemat bahan bakar. Dampaknya pun sangat luas karena dapat mengurangi ketergantuan terhadap bahan bakar mnyak (BBM) yang saat ini membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Ia berpendapat bahwa mobil hybrid menghasilkan polusi yang lebih rendah karena mesin BBM (internal combustion engine, ICE) pada kendaraan ini jarang beroperasi. Pasalnya sebagian besar penggerak dilakukan motor listrik, terutama dalam kecepatan rendah atau saat berhenti. “Mobil hybrid sudah hemat BBM yang cukup signifikan serta rendah polusi karena mesinnya jarang hidup,” kata Jongkie.

Ada beberapa keunggulan mobil hybrid dibanding mobil listrik baterai (battery electric vehicle, BEV). Mobil hybrid mampu langsung beroperasi tanpa memerlukan infrastruktur stasiun pengisian daya (recharging). Hybrid tak perlu pengisian daya eksternal karena baterainya terisi secara otomatis pada saat mesin ICE hidup. “Berkat ini maka biaya produksinya tidak semahal BEV serta terjangkau masyarakat luas,” katanya.

Sebelumnya pemerintah sempat menyatakan tak akan memberikan penambahan kebijakan baru untuk sektor otomotif tahun ini. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Airlangga Hartarto (Menteri Koordinator Bidang Perekonomian) di awal Agustus 2024. Menurutnya penjualan mobil hybrid sudah cukup tinggi meski tanpa bantuan pemerintah. Sehingga insentif dirasa tidak diperlukan dan tinggal mengikuti mekanisme pasar agar bisa terus bertahan.

Padahal kendaraan hybrid dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sebesar 6-12 persen. Ini berbeda dengan BEV yang mendapatkan beragam fasilitas, mulai dari PPnBM 0 persen hingga PPN ditanggung pemerintah (DTP). Perbedaan perlakukan ini dinilai membuat perkembangan kendaraan menjadi terhambat di Indonesia. (*)