BISNIS— Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mengungkapkan penyebab melemahnya sektor manufaktur Indonesia pada September 2024. Salah satu penyebabnya Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia masih berkontraksi di bawah 50, tepatnya 49,2, pada September 2024. Meski indeks aktivitas manufaktur tersebut meningkat tipis dari bulan sebelumnya 48,9, tetap terkontraksi selama tiga bulan terakhir.
Ketua I GAIKINDO Jongkie Sugiarto mengatakan ada beberapa penyebab PMI manufaktur lesu. Di antaranya penurunan daya beli masyarakat sejak awal tahun, pelemahan nilai tukar rupiah, hingga iklim suku bunga tinggi— meski BI rate sudah dipangkas menjadi enam persen pada September lalu.
“Memang daya beli masyarakatnya saja yang menurun. Nah, akibatnya tentunya kan kalau penjualannya tidak bisa sebagus tahun lalu, ya produksinya juga tidak sehebat tahun lalu, kan. Terlihat angka penjualan maupun angka produksi kan menurun,” kata Jongkie, Selasa 1 Oktober 2024.
Mengacu data GAIKINDO, jumlah produksi mobil pada Agustus 2024 sebesar 107.263 unit. Angka itu turun 14,6 persen secara year-on-year (YoY) dibanding Agustus 2023 sebesar 125.648 unit. Sementara itu, sepanjang periode Januari-Agustus 2024, produksi mobil tercatat sebanyak 779.235 unit, turun 18 persen secara YoY dibandingkan periode sama 2023 sebesar 950.448 unit.
Melemahnya produksi mobil itu tak lepas dari faktor penjualan yang juga lesu sepanjang 2024. Oleh sebab itu, GAIKINDO mengusulkan ke pemerintah untuk memberikan insentif fiskal berupa Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) alias diskon PPnBM seperti pada 2021-2022, pasca wabah Covid-19.
“Jadi, yang harus kita perhatikan sekarang ini penjualan. Pada waktu itu kami pernah mengusulkan kepada pemerintah untuk perlu dipikirkan memberikan insentif seperti pada waktu Covid-19 yaitu PPnBM DTP,” katanya.
PPnBM DTP merupakan salah satu program pemerintah yang sempat menyelamatkan lesunya sektor otomotif pasca-pandemi Covid-19, tepatnya pada periode 2021-2022. Insentif ini menyasar produk mobil berkapasitas 1.500 cc dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) 60 persen).
Jongkie mengatakan, dengan adanya insentif PPnBM kala itu, industri otomotif mencatatkan kenaikan penjualan yang signifikan yang turut berkontribusi kepada penerimaan negara. Menurutnya, meskipun salah satu instrumen perpajakan akan dihapuskan yaitu PPnBM, namun pemerintah daerah akan tetap mendapatkan keuntungan lewat penerimaan pajak lain, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), hingga Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB).
“Perlu dipertimbangkan lagi apakah [insentif PPnBM] itu bisa diberikan untuk meningkatkan angka-angka penjualan. Sehingga dengan demikian ya produksi akan meningkat juga, dan tentunya PMI-nya juga akan naik nantinya,” katanya.
Penjualan mobil secara whole sales (dari pabrik ke dealer) tercatat sebesar 560.619 unit pada delapan bulan pertama 2024 atau turun 17,1 persen YoY dari periode sama 2023 sebesar 675.859 unit. (*)