Bahan Bakar & Emisi Berita Economy & Industry

Honda dan Toyota Tanggapi Rencana Pajak Karbon di Indonesia

JAKARTA— Belum alama ini pemerintah RI memberikan insentif secara besar-besaran lewat diskon Pajak pertambahan nilai Bawang Mewah (PPnBM) bagi sektor otomotif yang terdampak pandemi Covid-19. Langkah lain yang dilakukan pemerintah rencana memungut pajak karbon pada 2022. Kebijakan ini tertuang dalam Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).

Kabarnya, UU tersebut akan dibahas secepatnya pada tahun ini karena telah ditetapkan sebagai program legislasi nasional oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Revisi UU KUP yang sudah ada menyebutkan bahwa subjek pajak karbon adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon. 

Rencananya, besaran tarif pajak karbon minimal Rp 75 per kilogram (Kg) karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara. Nantinya uang pajak yang didapat dari pajak karbon akan digunakan sebagai upaya dalam rangka mengendalikan perubahan iklim. Di samping itu, pajak karbon kabarnya akan diterapkan di sejumlah industri seperti bubur kertas (pulp) dan kertas, semen, pembangkit listrik, industri petrokimia, otomotif, minyak sawit, makanan dan minuman, dan lain-lain. 

Sebagai salah satu sektor yang terdampak, industri otomotif sudah mulai ancang-ancang terkait kebijakan ini. “Sektor otomotif masih wacana di tahun depan, untuk sektor lain pun masih digodok penerapannya,” kata usak Billy (Business Innovation and Sales & Marketing Director PT Honda Prospect Motor) seperti dikutip Kompas.com 8 Juni 2021. “Saat ini posisi kita masih perlu pelajari detail peraturannya, tapi karena ini adalah upaya untuk pelestarian lingkungan, tentu kita akan dukung,” kata Billy. 

Menjawab regulasi yang bakal dikeluarkan pemerintah, HPM berencana mengeluarkan produk-produk berteknologi ramah lingkungan yang bisa meminimalkan emisi karbon. Contohnya dengan meluncurkan mobil elektrifikasi, yang bisa mengurangi gas buang dari kendaraan dan menekan penggunaan bahan bakar minyak hingga seminim mungkin.

“Mengganti mesin bensin dengan mesin listrik adalah salah satu langkah, di samping berbagai pengembangan teknologi ramah lingkungan lainnya, termasuk mengembangkan mesin-mesin konvensional yang lebih hemat bahan bakar dan ramah lingkungan,” kata Billy. 

Sementara itu, Direktur Corporate Affairs PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Bob Azam mengatakan, tren global saat ini memang menuju ke era karbon netral. Karbon netral sendiri memiliki pengertian bahan bakar energi atau sistem energi yang tidak memiliki emisi gas rumah kaca atau jejak karbon. Bob mengatakan pajak baru ini jangan sampai tumpang tindih dengan pajak yang sudah ada. Pemerintah juga telah berencana memberikan insentif buat mobil ramah lingkungan, misal lewat PP 73/2019, yang mengatur tarif PPnBM berdasarkan jenis mesin.

“Dalam hal ini tax system juga transformasi dari tax payer menjadi carbon producer tax. Persoalannya jangan sampai tumpeng-tindih dengan pajak yang lain,” kata Bob. “Memang arahnya supaya kita makin eco friendly, tapi pada akhirnya yang bayar adalah konsumen, yang juga perlu dijaga daya belinya, terutama masyarakat bawah,” kata dia. (*)