Berita Economy & Industry

Indonesia-Jepang Kembali Gelar Dialog Kembangkan Otomotif

JAKARTA— Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong kerjasama pengembangan industri otomotif dengan berbagai pihak. Upaya ini antara lain diwujudkan melalui kerja sama dengan berbagai pihak, meliputi  beberapa kementerian, lembaga, dan asosiasi, termasuk dengan para stakeholder asing. Salah satu bentuk kerja sama tersebut adalah antara Indonesia-Jepang dalam bidang elektrifikasi kendaraan dan bahan bakar carbon neutrality (CN), termasuk bahan bakar nabati (bio-fuel).

“Kerja sama tersebut salah satunya diwujudkan dengan menjalin dialog mengenai kebijakan industri otomotif, khususnya terkait upaya pengurangan emisi,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian, Taufiek Bawazier di Jakarta, Ahad 26 Februari 2023.

Pada 23 Februari 2023 lalu, Kemenperin menggelar The 4th Automotive Dialogue Indonesia-Japan di Jakarta. Dalam kesempatan tersebut, Taufiek menjelaskan tentang tinjauan industri otomotif Indonesia serta strategi dan kebijakan pengembangan electric vehicle (EV) di Indonesia, mencakup roadmap pengembangan EV, ekosistem EV, dan investasi industri baterai di Indonesia. “Sebagai salah satu negara dengan industri otomotif terbaik di dunia, kami percaya kerja sama dengan Jepang dapat mendukung upaya mencapai carbon neutrality,” kata Taufiek.

Direktur Jenderal Sekretariat Menteri Kebijakan Perdagangan (Biro Industri Manufaktur), Kementerian Ekonomi, Perdagangan dan Industri (METI) Jepang Fujimoto Takeshi yang hadir dalam kesempatan tersebut menjelaskan, kebijakan terbaru Jepang untuk CN mencakup promosi elektrifikasi, hidrogen, dan bahan bakar netral karbon. Sedangkan Direktur Kebijakan Perdagangan Internasional Otomotif METI Hirofumi Oima menyebutkan, saat ini telah terjalin program kerja sama antara Indonesia dan Jepang di bidang elektrifikasi kendaraan dan bahan bakar CN termasuk bio-fuel.

Dalam kesempatan tersebut, hadir pula perwakilan asosiasi manufaktur otomotif Jepang. Chair of Japan Automotive Manufacturers’ Association (JAMA) Asia Experts Group, Mr. Enomoto Masato yang menyampaikan mengenai kontribusi produsen mobil Jepang di Indonesia serta mengusulkan program kerja sama antara Indonesia dan Jepang dalam mempelajari Multiple Pathway Approach untuk mencapai zero emission di Indonesia.

Direktur Bioenergi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Wibowo memberikan informasi mengenai pengembangan bio-fuel terkini sebagai sumber energi bersih yang berkelanjutan serta beberapa strategi untuk memajukan implementasi bio-fuel untuk mencapai zero emission. Dialog otomotif Indonesia-Jepang tersebut juga dihadiri oleh beberapa kementerian, lembaga, dan asosiasi baik dari Indonesia maupun Jepang, termasuk Kementerian Perhubungan, Badan Riset dan Inovasi Nasional, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), PT Pertamina, dan Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI).

Forum tersebut diharapkan dapat menjadi platform untuk kemitraan strategis antar kedua negara, menyediakan informasi mengenai situasi terkini serta kebijakan terbaru, terutama pada industri otomotif. 

Menperin Setuju Kenaikan Harga KBH2 

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen ILMATE menyatakan pemerintah terus memberikan dukungan bagi tumbuhnya industri otomotif di Tanah Air. Pertumbuhan industri alat angkut pada tahun 2022 meningkat sebesar 10,67 persen, atau di atas angka pertumbuhan industri pengolahan yaitu 5,01 persen.

Sebagai salah satu bentuk dukungan, harga patokan kendaraan bermotor hemat energi dan harga terjangkau atau low cost green car (KBH2/LGCC) akan mengalami penyesuaian sebesar lima persen. “Pemerintah memahami bahwa ada peningkatan cost of production pada produksi kendaraan KBH2, kenaikan bahan baku serta biaya logistik mengakibatkan diperlukannya penyesuaian tersebut,” kata Taufiek Bawazier.

Peraturan terbaru mengenai KBH2 terdapat di Peraturan Menperin Nomor 36 Tahun 2021 tentang Kendaraan Bermotor Roda Empat Emisi Karbon Rendah. “Seperti yang disampaikan Bapak Menteri Perindustrian, besaran penyesuaian tidak boleh di atas inflasi sehingga tidak memberatkan masyarakat,” katanya. (*)