JAKARTA— Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan kerja sama bilateral dengan Korea Selatan (Korsel) di berbagai bidang, terutama di sektor industri. Baik itu peningkatan perdagangan maupun investasi. Guna membuka peluang sinergi lebih besar di antara kedua negara ini, Menteri Perindustrian (Menperin) RI Airlangga Hartarto menggelar pertemuan dengan Menteri Perdagangan, Industri dan Energi (MoTIE) Korsel Sung Yun Mo.
“Pertemuan ini untuk follow up leaders meeting, yang juga menindaklanjuti Memorandum of Understanding (MoU) pada September 2017 lalu,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Kamis 27 Juni 2019.
Secara umum, pada sektor bisnis dan ekonomi Indonesia dan Korea Selatan telah membuat banyak kemajuan. Beberapa kerja sama strategis yang sudah dilakukan meliputi joint task force untuk mempromosikan kerja sama ekonomi. “Kami memiliki Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement di 2019 yang menargetkan perdagangan bilateral hingga 30 miliar dolar AS pada 2022 mendatang,” katanya.
Saat ini kementerian perindustrian telah memiliki total 10 kesepakatan kerja sama internasional dengan berbagai mitra di Republik Korsel. Keenam kesepakatan itu di antaranya merupakan kerja sama antara unit di lingkungan Kemenperin dengan lembaga pemerintah di Korsel.
“Secara umum, tingkat implementasi kerja sama Kemenperin dengan mitra di Republik Korea sangat baik, yaitu sembilan dari 10 kesepakatan telah terimplementasikan,” katanya.
Pada kesempatan itu, dilakukan pula penandatanganan kerja sama lanjutan antara Kemenperin dengan Dewan Riset Nasional untuk Ekonomi, Kemanusiaan, dan Ilmu Sosial atau National Research Council for Economic, Humanities, and Social Sciences (NRC) Korsel. Ini sebagai perjanjian turunan MoU terkait industri 4.0 yang telah ditandatangani pada 10 September 2018,” katanya.
Kerja sama lanjutan tersebut akan memfasilitasi penempatan tenaga ahli teknis, termasuk menyelenggarakan implementasi industri 4.0 yang bakal dilakukan di lima sektor industri, yakni otomotif, makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, kimia, dan elektronik. “Sebagai follow up MoU, tadi kami menandatangani perjanjian kerangka kerja sama teknis dengan NRC,” katanya.
Menperin juga menjelaskan perkembangan investasi industri asal Korsel di Indonesia. Contohnya, perusahaan industri baja Posco yang telah berinvestasi dalam empat tahun terakhir untuk memproduksi 3 juta ton baja dari proses blast furnace hingga slab. “Kami sedang diskusikan roadmap 10 juta baja di Cilegon untuk tahun 2025, selanjutnya membangun downstream industri dengan produk seperti CRC,” katanya.
Sementara itu, di industri kimia, Lotte Chemicals telah melakukan ground breaking pabrik dengan nilai investasi 4 miliar dolar AS. Diharapkan pabrik ini beroperasi pada tahun 2020. “Sementara itu, kami berdiskusi dengan Hyundai Motor Corporation tentang rencana investasinya di Indonesia. Pada prinsipnya, kami memberikan dukungan untuk investasi ini,” katanya.
Lebih lanjut, Kemenperin terus mendukung peningkatan kolaborasi di lima sektor industri sesuai prioritas Making Indonesia 4.0 untuk melakukan kerja sama yang lebih mendalam. “Salah satu pertimbangannya adalah pasar ponsel Indonesia yang sebesar 60 juta. Selain itu, ekonomi digital sangat berkembang di Indonesia dengan didukung generasi muda,” kata Menperin.
Airlangga berpendapat, kerjasama Korsel dan Indonesia dapat dilakukan untuk mendalami struktur industri, terutama untuk mendukung industri ponsel dan IoT. Apalagi, dengan kondisi persaingan dagang saat ini, terdapat beberapa industri peralatan telekomunikasi yang berlomba untuk pasar 5G, termasuk perusahaan asal Korsel.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Sung Yun Mo menyampaikan, Indonesia merupakan negara mitra yang penting bagi Korsel. Dengan terciptanya iklim usaha yang kondusif, sejumlah investasi industri asal Korsel masih terus ekspansif. “Mengenai Posco yang terus ekspansi di sektor industri baja, kami mengucapkan terima kasih karena proyeknya berjalan lancar. Kemudian, terkait Lotte, kami berharap terus mendapat dukungan untuk kelanjutannya. Melalui investasi ini, akan menopang pembangunan di Indonesia dan Korsel. Jadi, ada hasil yang win-win,” katanya.
Menteri Sung Yun Mo menambahkan, penguatan kerja sama kedua negara tidak hanya di sektor baja dan kimia, tetapi juga akan menyasar ke sektor otomotif. Hal ini penting karena dapat memperkuat daya saing industri di Indonesia.”Kerja sama otomotif juga membuka kesempatan untuk penyedia komponen, dengan kebutuhan komponen kendaraan yang cukup banyak, ini bisa memperkuat juga IKM di Indonesia. Kerja sama ini sangat berarti, karena akan meningkatkan daya saing, dan berkontribusi terhadap ekosistem industri yang lebih sehat,” katanya. [*]