TEMPO-DW— Uni Eropa (UE) diperkirakan akan menerbitkan daftar sementara penetapan bea masuk atas kendaraan listrik dari Cina pada Juni 2024. Langkah itu dilakukan menyusul penyelidikan pada bulan Oktober 2023 lalu mengenai dugaan subsidi negara bagi produsen mobil Cina, yang mendistorsi pasar sehingga merugikan produsen mobil UE.
Badan eksekutif UE Komisi Eropa mengklaim telah menemukan bukti yang cukup bahwa impor kendaraan listrik bertenaga baterai dari Cina telah meningkat tajam sebesar 14 persen sejak dimulainya penyelidikan. Komisi Eropa juga meyakini, banyak kendaraan impor yang telah menerima subsidi pemerintah pada tahun 2017, berupa keringanan pajak atau transfer dana langsung.
Jika UE bersikeras menerapkan tarif, seberapa tinggi pajak masuk yang harus ditetapkan untuk mencegah banjirnya impor mobil listrik Cina? Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rhodium Group, sebuah perusahaan riset independen, menunjukkan bahwa tarif masuk harus berada pada kisaran 40-50 persen.
Namun UE ikut mempertimbangkan tindakan balasan berdasarkan aturan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang menetapkan kemungkinan cakupan tarif sebesar 15-30 persen. Volume impor kendaraan listrik dari Cina melonjak drastis dari $1,6 miliar pada 2020, menjadi $11,5 miliar pada tahun 2023 lalu, yang mewakili 37 persen dari seluruh impor kendaraan listrik di UE, menurut Rhodium Group.
Konsekuensi bagi produsen otomotif Jerman?
Produsen mobil Jerman, yang sangat bergantung pada pasar Cina, menentang kenaikan tarif impor karena mengkhawatirkan tindakan balasan dari Cina. “Anda bisa dengan cepat menembak kaki sendiri,” kata CEO BMW Oliver Zipse baru-baru ini kepada wartawan.
BMW masih mengimpor Mini EV dan iX3 dari pabriknya di Cina ke Eropa dan bergantung pada penjualan di Cina untuk memperbaiki pasar. Cina daratan adalah pasar tunggal terbesar BMW, menyumbang hampir sepertiga dari total penjualan pada kuartal pertama tahun 2024. “Kami tak berpikir bahwa industri otomotif memerlukan perlindungan,” kata Zipse dalam pertemuan dengan para analis.
Menurutnya, produsen otomotif besar akan mendapat keuntungan industrial dengan beroperasi secara global. “Anda dapat dengan mudah membahayakan keuntungan tersebut dengan menerapkan tarif impor.”
Saingan BMW, sesama produsen otomotif Jerman, Volkswagen dan Mercedes-Benz juga sangat bergantung pada pasar Cina. VW, misalnya, memperingatkan bahwa potensi bea masuk umumnya membawa risiko tertentu. “Akan selalu ada langkah pembalasan,” Thomas Schäfer, CEO Volkswagen, kepada Financial Times’ Future of Car Summit pada Mei 2024.
Kelebihan kapasitas picu perang dagang?
Zipse menolak anggapan bahwa kelebihan kapasitas produksi kendaraan listrik di Cina adalah penyebab perang tarif antara kedua pihak. “Penyelidikan anti-subsidi terhadap Cina adalah kebalikan dari apa yang kami perkirakan,” katanya.”Lebih dari separuh penjualan mobil Cina di Eropa berasal dari perusahaan non-Cina. Tarif adalah tindakan perlindungan yang pada dasarnya merugikan kita. Pangsa pasar pabrikan Cina di Jerman dan Eropa kurang dari 1 persen. Eropa tidak dibanjiri produk Cina dan karena mereka takut, kita akan mencoba menutup keran impor.”
Beatrix C Keim (direktur Pengembangan Bisnis & Proyek Cina di Pusat Penelitian Otomotif, CAR), setuju bahwa kelebihan kapasitas bukan masalah sesungguhnya. “Pasar mobil Cina belum jenuh, dan sekarang dengan peralihan ke kendaraan energi baru, kapasitas produksi akan dialihkan dari mobil bermesin pembakaran internal,” katanya kepada DW melalui email.
Dia menunjukkan, pemerintah di Beijing juga telah berupaya membatasi izin produksi, yang “merupakan indikasi bahwa pemerintah mengerem perusahaan-perusahaan tertentu.”
Saling tikam Uni Eropa dan Cina?
Produsen mobil Eropa mengkhawatirkan, kenaikan tarif impor akan memicu perang dagang baru dengan Beijing. Mengingat kebergantungan yang besar pada Cina, Komisi Eropa didesak bersikap secara hati-hati dalam merespons tema tersebut guna menghindari eskalasi.
“Pro dan kontra cendrung mengarah pada penolakan tarif terhadap kendaraan listrik dari Cina karena adanya bahaya bahwa Beijing akan membalas,” kata Gabriel Felbermayr, direktur Institut Penelitian Ekonomi Austria.
Dalam pernyataan yang diposting di X, Kamar Dagang Cina menulis betapa pihaknya telah menerima informasi bahwa pemerintah Cina dapat mengenakan tarif setinggi 25 persen pada impor mobil bermesin besar. Tarif yang lebih tinggi akan merugikan BMW dan Mercedes-Benz, yang mengekspor SUV dan sedan mewah ke Cina.
Namun Keim dari CAR mengatakan tindakan balasan Beijing tidak selalu menargetkan mobil Eropa, melainkan “komponen otomotif atau bidang industri sensitif lainnya,” seperti permesinan. Selain itu, katanya, kemungkinan akan ada “peningkatan tarif untuk impor barang mewah yang sebagian besar akan merugikan produsen peralatan asli Jerman.” (*)