Berita

Industri Perlu Diperkuat untuk Gapai Pertumbuhan Ekonomi

JAKARTA— Percepatan pembangunan infrastruktur dalam tiga tahun terakhir perlu diikuti upaya memperkuat pengembangan industry. Langkah itu untuk meningkatkan manfaat berganda (multiplier effect) bagi pertumbuhan dan pengembangan pembangunan ekonomi.

“Sinergi antarpelaku ekonomi, pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk memanfaatkan peluang yang tercipta dari pembangunan infrastruktur perlu segera ditingkatkan agar multiplier effect bisa lebih dirasakan secara luas. Kita perlu menjadikan pasar dalam negeri yang begitu besar untuk pengembangan kekuatan industri dalam negeri, terutama industri kecil,” kata Duta Investasi Indonesia untuk Jepang Rachmat Gobel saat roundtable discussion, dan dikutip Kontan, Ahad 14 Januari 2018.

Roundtable discussion menghadirkan ekonom Faisal Basri, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Johanes Nangoi, Wakil Ketua Umum HIMKI Sobur dan Heru Santoso, Sekjen Gabel, Eiichi Abe President Direktur PT Indonesia Epson Industry. Di situ terungkap, agenda pembangunan industri saat ini masuk dalam titik krusial agar Indonesia bisa masuk dalam kelompok negara berdaya saing tangguh. “Beberapa tahun terakhir, laju pertumbuhan industri selalu berada di bawah laju pertumbuhan ekonomi dan ini tidak,” kata Faisal.

Menurut Gobel, peluang Indonesia memacu pertumbuhan industri masih sangat terbuka, termasuk menunjang laju pertumbuhan ekonomi ekonomi sampai tujuh hingga delapan persen. Ia melihat masih banyak hal yang bisa dilakukan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah perekonomian nasional. Itr antara lain dengan menyiapkan usaha kecil menengah (UKM) serta usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) memanfaatkan peluang pasar dalam negeri yang besar maupun peluang pasar ekspor.

Sedangkan Johanes Nangoi menyebutkan, pengembangan industri menengah kecil memang sangat dibutuhkan untuk mengisi kekosongan pasokan komponen. Di sektor otomotif, katanya, jumlah komponen mobil sampai 10 ribu item yang diproduksi oleh pelaku pelaku industri tier pertama dan tier kelima.

“Ini perlu diisi oleh industri menengah kecil dalam negeri, dan saat ini yang sangat dibutuhkan adalah pengembangan tier keempat dan tier kelima agar industri otomotif nasional mempunyai daya saing yang kuat seperti Thailand,” kata Nangoi.

Sementara itu, Heru Santoso menyebutkan beberapa pelaku industri di sektor ini sudah mengembangkan model kerjasama dengan pelaku industri kecil menengah. Namun karena masih terbatas pada insiatif perusahaan, perjalanannya belum begitu pesat.

“Dengan berbagai kendala, pelaku IKM membutuhkan waktu sekitar lima tahun untuk bisa mencapai standar produksi yang bisa memenuhi standar. Ini yang perlu ditingkatkan melalui kebijakan pemerintah agar proses bisa lebih cepat dan cakupan kerjasamanya bisa diperluas” katanya. (*)