Berita

Kemenperin Dorong Sistem Daur Ulang di Industri Otomotif

JAKARTA— Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mendorong agar berlaku industri daur ulang atau recycle industry untuk sektor otomotif. Dengan konsep tersebut dinilai dapat mendongkrak daya saing ekspor di Indonesia. Konsep itu juga disebut dapat berkontribusi dalam menerapkan sistem ekonomi ramah lingkungan atau circular economy yang menjadi bagian dari industri 4.0, juga sudah banyak diterapkan di negara lain, terutama Eropa.

“Sekarang 73 persen ekspor ditopang dari industri manufaktur dan sektor otomotif menjadi salah satu andalan,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada Seminar Nasional Kesiapan Sumberdaya manusia Industri Manufaktur Menghadapi Revolusi Industri 4.0 di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Ananda Mitra Industri Deltamas di Cikarang (Jawa Barat) Rabu 6 Februari 2019.

Dari data yang ada, ekspor dari sektor otomotif angkanya dinilai akan terus meningkat, seiring rencana diterapkannya kebijakan fiskal, seperti harmonisasi tarif dan revisi besaran Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Pada Januari-September 2018, jumlah ekspor mobil utuh (completely built up, CBU) mencapai 187.752 unit. Angkanya naik 10,4 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Kemudian, ekspor sepeda motor dari Indonesia, pada 2018 naik melejit 46,3 persen menjadi 575 ribu unit.

Untuk itu, Menperin mengajak para pelaku industri otomotif Indonesia meningkatkan daya saingnya, dengan bersinergi mengusung ekonomi berkelanjutan melalui daur ulang, salah satunya plastic recycle. Tren saat ini, komponen besar dalam kendaraan seperti,bumper, fender, dan dashboard pada mobil tak lagi menggunakan stainless steel, tetapi menggunakan kandungan plastik. “Plastik itu bukan sampah. Dari segi biaya, plastik adalah bahan baku yang relatif lebih kompetitif dibanding yang lain, dan menyerap emisi lebih rendah,” kata Airlangga.

Menurutnya, bila industri otomotif menggunakan virgin plastic, maka biaya produksi akan lebih mahal. Terlebih apabila dengan impor virgin plastic, kebutuhan devisa akan menjadi lebih tinggi, karena saat ini Indonesia baru mampu memproduksi satu juta ton virgin plastic,padahal kebutuhannya mencapai lima juta ton. “Karena itu pemerintah mendorong yang namanya circular economy, yang bagian juga dari industri 4.0,” katanya. (*)