Berita Berita APM Teknologi

Mercedes-Benz Indonesia Waspadai Dampak Krisis Chip

JAKARTA— PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia (MBDI) mewaspadai dampak jangka panjang dari krisis pasokan semikonduktor atau chip, yang diprediksi dapat mengganggu bisnis mereka di Tanah Air. Deputy Director of Sales Operation and Product Management MBDI Kariyanto Hardjosoemarto mengatakan krisis pasokan chip global yang berkepanjang dapat mengganggu aktivitas bisnis Mercedes-Benz Indonesia. 

Pasalnya, beberapa model yang dipasarkan di Indonesia masih berstatus impor completely built-up (CBU). “Ke depannya, saya lihat akan terganggu khususnya untuk produk yang CBU. Tapi, untuk yang statusnya completely knock-down [CKD] masih aman,” ujarnya dalam peluncuran A-Class Sedan Progressive Line dan SUV GLA 200 AMG Line di Jakarta, Kamis 3 Juni 2021, seperti dikutip Bisnis.com.

Kariyanto menambahkan sampai saat ini permasalahan krisis pasokan cip secara global belum menemukan solusi permanen. Oleh sebab itu, lanjutnya, MBDI akan terus memonitor perkembangan dari isu tersebut. Di sisi lain, Kariyanto menyatakan bahwa sejauh ini dampak dari krisis pasokan cip global belum memengaruhi bisnis Mercedes-Benz di Indonesia. “Kalau ditanya statusnya saat ini, kami belum terpengaruh,” katanya. 

Kekurangan pasokan semikonduktor telah menjadi krisis global sektor otomotif. Sejumlah merek harus mengakalinya dengan menghentikan sementara fasilitas produksi. Masalah ini kian memberatkan langkah pemulihan industri otomotif, yang tahun lalu terdampak pandemi. 

pemberitaan sebelumnya, pengamat otomotif Yannes Pasaribu menilai krisis chip semikonduktor sudah mulai terasa di Indonesia. Ini utamanya terkait dengan beberapa model yang menggunakan perangkat elektronik canggih pada sistem kerja mobil. Hal tersebut sejalan dengan tren mobil modern yang lebih mengedepankan teknologi. “Jika tahun 2000 sistem elektronik otomotif menghabiskan 18 persen dari total cost, maka pada tahun 2020 meningkat jadi 40 persen dari dari total harga produksi mobil,” katanya. 

Kendati demikian, Indonesia tak akan merasakan dampak krisis chip separah negara-negara lain. Pasalnya, segmentasi terbesar pasar otomotif nasional berada pada segmen entry level  sampai level menengah yang tak membutuhkan banyak fitur canggih. Meski krisis chip diperkirakan tak terlalu mengganggu, pabrikan otomotif perlu melakukan langkah strategis. Salah satunya dengan mengalihkan penggunaan chip dari mobil yang kurang laku ke mobil yang memiliki permintaan tinggi. (*)