KOMPAS— Anjloknya sektor komponen otomotif lokal mendorong Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) meminta langkah nyata dari pemerintah. Sekretaris Jenderal GIAMM Rachmat Basuki menilai perlambatan pasar mobil sejak 2023 hingga Juli 2025 membuat banyak perusahaan komponen tertekan. Kondisi ini diperparah dengan masuknya mobil listrik di yang diimpor utuh (completely built up, CBU), bukan dari hasil perakitan di Indonesia (completely knocked down, CKD).
“Dengan kondisi itu, industri yang tak memiliki kemampuan ekspor dan tak bermain di after sales, terjadi pengurangan karyawan range-nya berkisar tiga persen sampai 23 persen tergantung jenis perusahaan tersebut,” katanya kepada Kompas.com, Rabu 3 September 2025. “Bahkan untuk supplier dumptruck ada pengurangan karyawan sekitar 50 persen,” lanjutnya.
Rachmat berharap dalam jangka pendek pemerintah bisa mengeluarkan stimulus berupa insentif pajak penjualan atas barang mewah ditanggung pemerintah (PPnBM-DTP). Skema ditujukan khusus bagi kendaraan dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) tinggi. “Untuk short term, kami usul agar ada stimulus seperti waktu COVID-19, yaitu pemberian PPnBM-DTP untuk kendaraan yang punya local content atau TKDN di atas 60 persen. Harapannya dengan program tersebut, industri part dan komponen dalam negeri bisa pulih,” kata dia.
Menurut Rachmat, kebijakan serupa pernah terbukti efektif menahan laju penurunan pasar otomotif di masa pandemi. Dengan insentif tersebut, permintaan kendaraan meningkat, yang otomatis mendongkrak suplai komponen ke pabrikan mobil di Tanah Air.
GIAMM menegaskan, tanpa dukungan kebijakan yang tepat, gejolak penurunan pasar akan semakin menekan ekosistem otomotif nasional. Sementara itu, upaya diversifikasi dan ekspor yang dilakukan sejumlah pemasok komponen dinilai belum cukup kuat untuk menutup permintaan yang anjlok di pasar domestik. “Kami harap pemerintah bisa segera bertindak, karena kondisi ini bukan hanya soal industri komponen, tapi juga keberlangsungan tenaga kerja di sektor otomotif secara keseluruhan,” kata Rachmat.
Berdasarkan data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan mobil secara whole sales pada Januari-Juni 2025 mencapai 374.740 unit. Angka ini turun 8,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Tren ini menambah panjang penurunan yang terjadi pada 2024, di mana penjualan mobil whole sales 865.723 unit, turun 13,9 persen dibandingkan 2023.
Ekspor mobil CBU pada periode yang sama mencapai 258.890 unit, turun 9,1 persen dari tahun lalu. Toyota memimpin dengan ekspor 97.740 unit, diikuti oleh Daihatsu (64.608 unit), Mitsubishi Motors (31.097 unit), Hyundai (13.377 unit), dan Suzuki (12.496 unit).
Impor mobil CBU, terutama setelah hadirnya insentif untuk mobil listrik, melonjak 50,7 persen menjadi 76.755 unit. China mendominasi pasar dengan merek BYD yang berada di posisi teratas dengan impor 22.815 unit, meningkat lebih dari 221 persen dibanding 2024. Merek lain seperti Denza (5.313 unit), Aion (4.907 unit), dan Chery (4.691 unit) juga mencatatkan pertumbuhan signifikan. (*)