JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menargetkan ekspor mobil 2018 tembus 400 ribu unit atau tumbuh 15,6 persen dari capaian tahun lalu sebesar 345 ribu unit. Peningkatan target tersebut seiring tumbuhnya permintaan konsumen, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menjelaskan, pada saat ini ekspor mobil Indonesia merupakan yang terbesar si kawasan Asia Tenggara. Adapun negara tujuan ekspor produk mobil Indonesia ada di Filipina, Vietnam, dan Thailand yang baru saja membuka diri.
Ia menambahkan, peluang peningkatan ekspor mobil Indonesia juga ada di pasar Australia. “Di Australia, kita yakin bisa ambil pasar tersebut karena kita sudah teken kerja sama melalui Indonesia-Australia Comprehensive Agreement (IA-CEPA),” kata Airlangga dalam keterangan pers yang dikutip Republika, Kamis (25/4).
Pada saat ini pemerintah masih menunggu ratifikasi parlemen kedua belah pihak. Tetapi apabila sudah diratifikasi, potensi untuk ekspor mobil terbuka, termasuk mobil listrik yang diberi prioritas oleh pemerintah Australia. Menurut Airlangga, industri otomotif merupakan salah satu sektor manufaktur yang sudah memiliki struktur dalam di Indonesia, mulai dari hulu sampai hilir. Misalnya, Indonesia sudah mempunyai bahan baku seperti baja, plastik, kaca, ban, dan mesin tersebut sudah diproduksi di dalam negeri. “Lokal konten rata-rata di atas 80 persen. Nah, Ini yang nanti akan menjadi andalan ekspor kita,” katanya.
Di samping itu, potensi industri mobil di Indonesia cukup besar, dengan jumlah produksi mobil yang mencapai 1,34 juta unit atau senilai 13,76 miliar dolar AS sepanjang 2018. Saat ini, terdapat empat perusahaan otomotif besar telah menjadikan Indonesia sebagai rantai pasok global. Dalam waktu dekat, akan ada beberapa principal otomotif lagi yang bergabung dan akan menjadikan Indonesia sebagai pusat manufaktur otomotif di wilayah Asia. Hal tersebut menurut Airlangga akan menggenjot kinerja industri otomotif guna mampu memberikan kontribusi signifikan bagi perekonomian nasional. Apalagi saat ini, industri mobil menyerap tenaga kerja yang banyak lebih dari satu juta orang.
Oleh karena itu, kata dia, industri mobil terpilih menjadi bagian dari lima sektor manufaktur andalan dalam implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0. Selain mendapat prioritas pengembangan untuk lebih berdaya saing global, pemerintah juga mendorong industri otomotif siap memasuki era industri 4.0. “Di dalam roadmaptersebut, ditargetkan pada tahun 2030, Indonesia dapat menjadi basis produksi mobil bermesin bakar (internal combustion engine, ICE) maupun mobuil listrik untuk pasar domestik maupun ekspor,” katanya.
Untuk itu menurutnya, hal tersebut perlu didukung kemampuan industri dalam negeri mulai dari memproduksi bahan baku dan komponen utama sampai pada optimalisasi produktivitas sepanjang rantai nilainya. Dia menambahkan, dalam peta jalan pengembangan industri kendaraan nasional, pemerintah menargetkan sebanyak 20 persen dari total produksi kendaraan baru di Indonesia sudah berteknologi tenaga listrik pada 2025.
Hal tersebut dilakukan guna mendukung komitmen Pemerintah Indonesia dapat menurunkan emisi gas rumah kaca (CO2) sebesar 29 persen pada 2030, sekaligus menjaga kemandirian energi nasional. Dalam program strategis tersebut juga disiapkan pengembangan kendaraan emisi karbon rendah atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV). Pengembangan LCEV ini meliputi untuk Kendaran Hemat Energi Harga Terjangkau (LCGC), Electrified Vehicle, dan Flexy Engine.
Adapun program yang akan dijalankan, antara lain untuk memperkenalkan kendaraan ramah lingkungan, kemudian terkait penerimaan masyarakat terhadap mobil listrik, kenyamanan berkendara, infrastruktur pengisian energi listrik, rantai pasok dalam negeri, adopsi teknologi dan regulasi, serta dukungan kebijakan baik fiskal maupun nonfiskal.
Untuk itu, kata Airlangg, strategi dalam mendukung pengembangan LCEV, di antaranya berupa insentif fiskal tax holiday atau mini tax holidayuntuk industri komponen utama, seperti industri baterai dan industri motor listrik (magnet dan kumparan motor). Insentif tersebut diproyeksi dapat meningkatkan investasi masuk ke Indonesia. “Kami juga telah mengusulkan insentif super deductible tax sampai dengan 300 persen untuk industri yang melakukan aktivitas litbang dan desain, serta 200 persen untuk industri yang terlibat dalam kegiatan vokasi,” katanya. (*)