LIPUTAN6— Kementerian Perindustrian (Kemenperin) melontarkan usulan berupa pemakaian mesin hybrid pada mobil kelas Low Cost Green Car (LCGC). Usulan ini bertujuan untuk mendorong transisi energi, menekan emisi karbon, dan sekaligus mendongkrak penjualan mobil baru.
“Artinya LCGC harus di-hybrid-kan. baik strong hybrid, maupun mild hybrid, atau full hybrid, silakan. Nanti pasar yang akan memilih,” kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan (IMATAP) Dodiet Prasetyo, dalam acara diskusi dengan Forum Editor Otomotif di Jakarta Kamis 21 November 2024.
Dodiet meyakini, pemakaian mesin hybrid pada mobil LCGC— Honda Brio Satya, Daihatsu Sigra, Daihatsu Ayla, Toyota Agya, Toyota Calya, Suzuki Karimun Wagon R— akan memberikan dampak positif ganda. Di satu sisi, konsumsi bahan bakar minyak (BBM) akan berkurang dan target dekarbonisasi dapat tercapai lebih cepat. Di saat yang sama, penjualan otomotif diperkirakan akan melonjak karena harga mobil hybrid yang lebih terjangkau.
“Jika usulan ini terwujud, industri otomotif Indonesia akan mengalami kemajuan signifikan. Kita bisa mengurangi penggunaan bahan bakar minyak dan mencapai target dekarbonisasi dengan lebih cepat,” kata Dodiet.
Pemakaian mesin hybrid pada LCGC masih dalam tahap pertimbangan oleh para produsen. Mereka perlu melakukan analisis mendalam mengingat investasi yang telah dikeluarkan untuk model mobil terbaru. Kemenperin sendiri masih mengkaji jenis mesin hybrid yang paling tepat, baik strong hybrid maupun mild hybrid.
“Kami mendorong industri untuk bagaimana bisa meningkatkan sumbangsih mereka dalam mendukung program pemerintah dalam rangka program transisi energi. Hal yang mungkin bisa dicapai dalam waktu dekat adalah bagaimana mereka bisa menyematkan energi elektrifikasi di LCGC,” kata Dodiet.
Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Rustam Effendi menyambut baik usulan tersebut. Menurutnya, ide itu dapat mendongkrak penjualan mobil hybrid di Indonesia karena harga yang ditawarkan dapat mendekati harga LCGC dan penjualannya diprediksi akan jauh lebih baik dari mobil hybrid yang mahal. Produk yang dihasilkan juga dinilainya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat di masa depan. “Lebih tepat bila LCGC disematkan teknologi hybrid. Sehingga tarif PPnBM tetap tiga persen,” kata dia.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara mengatakan bahwa pengembangan mesin hybrid yang lebih terjangkau bisa dilakukan melalui penelitian dan pengembangan (research and development, R&D) yang melibatkan sumber daya lokal. Meski mesin hybrid bukan hal baru, tantangan terbesar saat ini adalah menciptakan teknologi hybrid dengan biaya produksi yang rendah sehingga tetap sesuai dengan konsep LCGC. Dalam hal ini, Indonesia dinilai memiliki potensi besar untuk mengembangkan teknologi tersebut secara lokal.
“Bagaimana bikin hybrid yang murah? Ini tantangan. Ini perlukan R&D. Indonesia punya semuanya sebenarnya kalau dikembangkan di sini,” kata Kukuh Kumara.
Penerapan mesin hybrid diyakini dapat memberikan hasil nyata, baik dalam pengurangan emisi maupun peningkatan efisiensi bahan bakar. Selain itu, pengembangan mesin hybrid pada LCGC diharapkan menjadi solusi untuk menurunkan konsumsi bahan bakar fosil secara signifikan “Output-nya adalah adanya efisiensi dalam hal penggunaan bahan bakar, kemudian adanya juga penyimpanan emisi dari sisi user dan pendudukannya,” katanya. (*)