KOMPAS— Perkembangan teknologi kendaraan listrik (electric vehicle, EV) mulai menunjukkan dampaknya terhadap industri otomotif konvensional (internal combustion engine, ICE). Dampak seperti ini terutama terjadi di negara-negara yang agresif memberikan insentif untuk teknologi ramah lingkungan. Gambaran tersebut disampaikan oleh Agus Purwadi, pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB).
Kondisi serupa dapat terjadi di Indonesia kalau tak ada strategi transisi yang tepat. Agus Purwadi menyoroti situasi di Thailand sebagai contoh. Di sana, adopsi teknologi baru ternyata dapat mempengaruhi industri otomotif konvensional yang sudah mapan.
Di Thailand yang juga memberikan insentif bagi teknologi hybrid, kondisi over supply EV sudah mulai mempengaruhi industri otomotif yang sudah lebih dulu eksis, kata Agus Senin 19 Agustus 2024. Di satu sisi, insentif oleh pemerintah Thailand untuk kendaraan listrik dan hybrid telah mempercepat produksi dan adopsi EV. Di sisi lain, insentif ini juga menciptakan tantangan baru bagi industri otomotif konvensional.
Agus menjelaskan bahwa over supply EV ini berdampakpada penurunan permintaan kendaraan bermesin pembakaran internal. Over supply EV juga berdampak terhadap pada rantai pasokan dan tenaga kerja yang selama ini mendukung industri tersebut. “Perlu diperhatikan juga kondisi eksisting untuk industri otomotif yang sudah ada saat ini, khususnya terhadap supply chain massif dan tenaga kerja terkait yang sudah ada pasti akan terpengaruh,” katanya.
Rantai pasokan komponen untuk kendaraan konvensional dan keahlian teknis yang dimiliki pekerja di sektor ini merupakan fondasi dari industri otomotif yang ada. Dengan pergeseran ke EV, komponen dan keterampilan yang dibutuhkan berubah drastis. Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan produksi, hilangnya pekerjaan, dan tantangan ekonomi lainnya.
Ia menekankan pentingnya pendekatan yang seimbang dalam transisi menuju teknologi EV di Indonesia. Pemerintah dan pelaku industri harus bekerja sama untuk memastikan bahwa langkah-langkah pengembangan teknologi baru tidak merugikan industri otomotif konvensional, yang masih memegang peranan penting dalam perekonomian nasional. “Perlu strategi matang agar transisi ini berjalan baik tanpa mengorbankan sektor-sektor yang sudah ada,” kata Agus. (*)