JAKARTA— Truk dengan muatan berlebihan (Over Dimension Overload/ ODOL) masih saja banyak ditemui di jalan nasional dan juga bahkan jalan tol. Pada tahun 2017 Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan biaya perawatan jalan nasional mencapai Rp 47 triliun, karena banyak jalan yang rusak akibat sering dilintasi truk-truk ODOL.
Menurut Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat dan Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno truk ODOL tak hanya mengakibatkan kerusakan jalan, tapi juga mempengaruhi kelancaran lalu lintas, dan berpotensi menimbulkan kecelakaan. Ia menilai truk-truk dengan kapasitas berlebih masih nekat berkeliaran, karena sanksi yang belum memberi efek jera. Upaya mengurangi truk odol harus dari sistem, teknologi dan penerapan sanksi yang berat. Ia melanjutkan sebagian besar pengusaha besar pemilik barang memiliki kontrak dengan pengusaha pengangkut barang yang memiliki armada truk ODOL.
“Sekitar 90 persen lebih pengusaha besar pemilik barang berkontrak dengan pengusaha pengangkut barang yang memiliki armada truk berdimensi lebih. Sehingga dipastikan semua armada tidak memiliki surat uji berkala (KIR) resmi. Sehingga ada unsur kesengajaan antara pemilik barang dan pemilik kendaraan,” katanya seperti dikutip CNBC Indonesia, Ahad, 22 Agustus 2021.
Menurut Djoko, setiap insiden yang melibatkan kendaraan ODOL selalu dilimpahkan ke pengemudi tanpa menyentuh pemilik kendaraan atau perusahaan penyedia jasa. Ia membandingkan sanksi untuk truk odol di Korea Selatan mulai dari penjara satu tahun hingga uang denda sekitar 10 juta Won atau senilai Rp 145 juta. Pemerintah Thailand mengenakan denda 100 ribu Baht atau setara Rp 47,8 juta.
Penegakan hukum untuk truk ODOL di Indonesia hanya diberikan sanksi pidana kurungan 2 bulan atau denda maksimal Rp 500 ribu. “Sehingga perlu melakukan revisi Undang-Undang Nomor 23 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk menaikkan besaran sanksi denda, supaya memberikan efek jera,” kata Djoko.
Djoko menyampaikan armada truk dengan kapasitas berlebih tidak memiliki surat uji KIR yang resmi atau tidak dilakukan uji laik jalan. Pengendara truk yang memalsukan surat uji truk berisiko mendapat hukuman yang lebih tinggi, sehingga banyak pengendara truk yang tak melakukan uji laik jalan. “Namun untuk menindaknya tidak mudah karena kewenangan PPNS Perhubungan terbatas di Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB),” katanya.
Pemerintah akan menegakkan kebijakan bebas truk ODOL di tahun 2023. Selama masa sosialisasi, Kementerian Perhubungan masih memberi toleransi keberadaan kendaraan ODOL di jalan tol hingga tahun 2022. Toleransi ini merupakan jalan tengah terkait program Zero ODOL yang diprotes beberapa asosiasi industri. Lima asosiasi industri tersebut, antara lain industri semen, baja, kaca lembaran, minuman ringan, keramik, dan kertas. Beberapa asosiasi industri meminta kelonggaran penegakan program Zero ODOL hingga tahun 2025. (*)