Berita Economy & Industry

Penjualan Ban Bridgestone cukup Terbantu oleh Insentif PPnBM Otomotif

JAKARTA— PT Bridgestone Tire Indonesia (BTI) turut kecipratan efek positif pemberlakuan insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) di sektor otomotif. Namun demikian, bukan berarti bisnis ban BTI tanpa tantangan selama insentif tersebut berlaku. Managing Director Bridgestone Tire Indonesia Mukiat Sutikno mengaku, penjualan ban Bridgestone tumbuh optimal sejalan dengan kenaikan penjualan mobil saat masa penerapan diskon PPnBM. “Kalau penjualan ban Original Equipment Manufacturer (OEM) yang disuplai ke merek otomotif tentu in line dengan kenaikan penjualan mobil,” kata dia, Jumat 4 Juni 2021, seperti dikutip KONTAN.

Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan wholesales mobil nasional pada bulan Maret 2021 melonjak 10,54 persen (year-on-year, yoy) menjadi 84.910 unit. Penjualan mobil tampak menurun di bulan April 2021 yakni sebesar 78.908 unit, namun angka ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan periode April 2020 yang hanya sebesar 7.888 unit.

Ia juga yakin penjualan ban merek Bridgestone masih tetap mumpuni sekalipun nilai diskon PPnBM otomotif berkurang jadi 50 persen hingga 25 persen. Selama masih diberlakukan diskon pajak, maka kemungkinan besar masyarakat tetap akan memburu mobil baru. Alhasil, permintaan terhadap komponen otomotif seperti ban tetap stabil. “Selama ini kendala orang enggan beli mobil karena mereka tidak pede kapan ekonomi bangkit di masa pandemi,” katanya.

Hanya memang harus diakui kendala tetap ada. Sebagaimana beberapa pelaku industri manufaktur lainnya, pihak BTI juga merasakan efek terhambatnya global supply chain di era pandemi viru flu Covid-19. Dalam hal ini, beberapa komponen bahan baku atau penunjang ban mengalami penundaan pengiriman lantaran ketersediaan kontainer maupun kapal pengangkut terbatas. Adapun waktu penundaan tersebut biasanya sekitar delapan pekan.

Mukiat menyebut, kendala tersebut sebenarnya hampir dirasakan oleh semua industri yang membutuhkan pasokan bahan material dari berbagai tempat. Efeknya, proses produksi ban bisa berjalan lebih lama dari biasanya. Di sisi lain, karena sudah memiliki komitmen yang tercantum dalam kontrak, BTI tak bisa melakukan penyesuaian harga ban yang dijual kepada pelanggan sekalipun ada kendala seperti itu.

BTI sendiri sebenarnya sudah memanfaatkan banyak bahan material dari pasar domestik dalam proses produksi ban. Namun, adanya hambatan pasokan bahan lainnya yang diimpor tetap tidak bisa dianggap remeh oleh perusahaan tersebut. “Jika ada satu bahan saja yang kurang, maka produksi ban tidak bisa dilakukan. Kami juga tak bisa asal impor tanpa tahu kualitasnya,” kata dia. (*)