Artikel Berita Economy & Industry

Perang Dagang Global Mengguncang Industri dan Pasar Otomotif di Banyak Negara

JAKARTA— Perang dagang beberapa negara besar dampaknya ikut menerpa industri otomotif global.Sejumlah berita utama yang mewarnai isu industri otomotif belakangan ini menunjukkan gambaran tentang beberapa strategi Industri untuk menyelamatkan bisnisnya.

Di Asia, penjualan mobil China kembali turun pada Juli lalu setelah sempat mengalami kenaikan singkat. Menurut Asosiasi Mobil Penumpang China, penjualan ritel sedan, mobil sport, minivan dan kendaraan multiguna pada Juli turun 5,3 persen secara tahunan menjadi 1,51 juta unit. Ini merupakan penurunan ketigabelas dalam 14 bulan terakhir.

Dampak dari pelemahan penjualan dan perang tarif yang berlangsung lebih dari satu tahun ini tidak hanya merugikan bisnis, sejumlah perusahaan multinasional terpaksa menutup pusat produksi mereka di China untuk menghindari kerugian yang lebih dalam. Dilansir melalui Kantor Berita Reuters, produsen Peugeot, PSA Group dan mitranya Dongfeng Group telah mencapai kesepakatan untuk merumahkan ribuan pekerjanya di China dan menutup dua dari empat pusat perakitan bersama mereka.

Dongfeng Peugeot Citroen Automobiles (DPCA), perusahaan patungan pembuat mobil yang berbasis di Wuhan, China tengah, dikabarkan akan mengurangi separuh tenaga kerjanya menjadi 4.000, menutup satu pabrik dan menjual satu pabrik lainnya dalam kesepakatan antara bos PSA Carlos Tavares dan Direktur Dongfeng Zhu Yanfeng. Berdasarkan rencana, DPCA akan menutup pabrik perakitan Wuhan 1 dan membangun kembali lokasi tersebut dalam kemitraan komersial dengan pemerintah setempat.

Sementara itu, jumlah seluruh pekerja DPCA akan berkurang dari 8.000 menjadi 5.500 pada akhir tahun ini dan menjadi 4.000 dalam tiga tahun ke depan bersamaan dengan rencana penjualan fasilitas Wuhan 2 yang tak beroperasi. Hingga sekitar awal Agustus 2019, kedua produsen mobil menolak untuk memberikan tanggapan terkait rincian restrukturisasi mereka.

“Kami bekerja dengan mitra kami untuk meningkatkan kinerja bisnis kami secara keseluruhan di China dari berbagai aspek,” ujar juru bicara PSA Group seperti dikutip melalui Reuters serta Bisnis Senin 12 Agustus 2019.

PSA tengah berupaya untuk mengembalikan kondisi bisnis yang prima. Pasar China, yang semula merupakan sapi perah industri otomotif, susut pada tahun lalu untuk pertama kalinya sejak 1990-an dan diperkirakan akan kembali melaporkan penurunan pada kisaran lima persen untuk tahun ini akibat perang dagang dengan Amerika Serikat (AS) yang terus memburuk.

Banyak produsen mobil di beberapa Negara Barat telah lebih dulu mengalami tekanan bahkan sebelum penualan dilaporkan mengalami penurunan karena sebuah gerakan pada konsumen China yang lebih memilih produsen domestik yang lebih asertif. Pelemahan pesanan juga terjadi di Jepang.

Pasar yang Jenuh dan Risiko Brexit

Ekonomi di benua Eropa telah memburuk dan pabrik-pabrik mengalami perlambatan yang paling cukup serius dalam beberapa waktu terakhir akibat ketegangan perang dagang, penjualan yang rendah serta risiko Brexit yang turut membebani permintaan.

Selain memangkas jumlah pekerja, strategi restrukturisasi CEO Ford Jim Hackett senilai 11 miliar dolar AS antara lain menutup enam pabrik yang berada di Eropa. Di Eropa, Ford berjuang selama bertahun-tahun di pasar dengan persaingan yang padat dan mulai jenuh. Mengingat kekuatannya di Inggris, produsen tersebut sangat terpukul dengan penurunan penjualan akibat ketidakpastian Brexit.

“Kami memiliki kemenangan di Eropa [melalui penjualan] yakni kendaraan komersial. Ke depannya kami akan memiliki portofolio kendaraan penumpang yang lebih kecil,” kata Bob Shanks yang pada saat itu menjabat sebagai CFO Ford pada konferensi Goldman Sachs 15 Mei di New York.

Sebelumnya, industri mobil Inggris telah memperingatkan calon perdana menteri yang akan menggantikan Theresa May, terhadap dampak seismik no-deal Brexit pada Oktober yang dapat memicu tarif senilai miliaran poundsterling dan menciptakan gangguan di perbatasan. Sektor mobil Inggris, yang berdiri kembali oleh pabrikan asing sejak 1980-an, telah menjadi kisah sukses yang tak tersaingi dalam beberapa tahun terakhir, tapi sejak 2017 penjualan, investasi, dan produksi semuanya merosot, yang diklaim dipicu oleh jatuhnya permintaan untuk mobil bermesin diesel dan ketidakpastian Brexit. (Foto: Nikkei Asian Review)