Bahan Bakar & Emisi Berita

Pertamina Gencarkan Digitalisasi SPBU, Mulai dari Kota Besar

JAKARTA— Masifnya pergerakan digitalisasi di era revolusi industri 4.0. mengharuskan perusahaan untuk beradaptasi dengan cepat dan maksimal agar tidak menjadi ancaman bagi perkembangan bisnis ke depannya. Langkah tersebut juga dilakukan PT Pertamina (Persero), produsen dan sekaligus distributor bahan bakar minyak (BBM). Menurut Direktur Pemasaran Retail Pertamina Mas’ud Khamid, pihaknya telah merespon perubahan itu dengan sangat cepat.

Dia mencontohkan salah satu langkah yang dilakukan ialah penerapan digitalisasi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) sebagai bagian dari bisnis hilir Pertamina. “Digitalisasi SPBU menjadi jawaban dari keinginan pelanggan di era revolusi industri 4.0. Hingga saat ini, proses digitalisasi SPBU terus kita kembangkan,” katanya dalam keterangan resminya Sabtu 28 September 2019 seperti dikutip Bisnis.

P rogram digitalisasi SPBU yang mulai terlihat hasilnya adalah pengimplementasian pembayaran nontunai melalui aplikasi LinkAja yang merupakan hasil kolaborasi dengan beberapa badan usaha milik negara (BUMN). “Aplikasi LinkAja menjadi alat untuk mempermudah transaksi di SPBU yang sesuai dengan era saat ini,” katanya.

Pertamina telah memasang sistem digital di sebanyak 1.502 SPBU yang tersebar di berbagai wilayah dan terbesar adalah SPBU yang berada di Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi (Jabodetabek). SPBU digital ini sudah terkoneksi dengan dashboard, sehingga seluruh data transaksi dan stok SPBU dapat diperoleh secara real time.

Digitalisasi SPBU akan menjadi platform dasar untuk mengembangkan sistem digitalisasi selanjutnya seperti self service, automatic order, loyalty programme dan customer profiling.Dengan SPBU digital, Pertamina akan menghadirkan layanan yang lebih modern dengan sistem pembayaran yang lengkap dan mudah, serta menjamin ketersediaan pasokan BBM. Salah satu fasilitas digital yang ada saat ini adalah layanan “MyPertamina” yang tersedia di 1.100 SPBU.

Akhir 2019, Seluruh SPBU Terapkan Sistem Digitalisasi Nozzle

Sebelumnya, Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mendorong pencatatan elektronik atau digitalisasi nozzle di seluruh SPBU. Digitalisasi nozzle ini untuk meningkatkan akuntabilitas data penyaluran jenis bahan bakar minyak tertentu (JBT).

Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa atau Ifan, mengatakan, penandatanganan kerja sama program digitalisasi nozzle antara PT Pertamina (Persero) dengan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk sudah dilakukan pada 31 Agustus 2018 dengan tujuan untuk meningkatkan pengawasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi (minyak solar) dan BBM penugasan (Premium) yang akan memasang digitalisasi pada 5.518 SPBU di seluruh Indonesia.

“Berdasarkan hasil pengawasan BPH Migas yang memberikan penugasan kepada Pertamina dari target 5.518 digitalisasi nozzle sampai dengan Juni 2019, baru terealisasi digitalisasi nozzle pada 1.327 SPBU, sisanya akan diselesaikan hingga akhir Desember 2019,” ujar Ifan saat jumpa pers mengenai Pengendalian Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu Tahun 2019 di kantor BPH Migas, Jakarta, seperti dikutip Republika.

Pengawasan secara efektif konsumen solar dan Premium melalui digitalisasi nozzle SPBU perlu dilengkapi dengan indentifikasi konsumen seperti nomor kendaraan dan jumlah pembelian. “Namun digitalisasi nozzle SPBU yang dilakukan sampai dengan saat ini belum memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi konsumen, khususnya nomor kendaraan dan volume pembelian,” kata Ifan.

BPH Migas telah meminta Menteri BUMN melalui surat agar mendorong Pertamina dapat mengimplementasikan sistem identifikasi konsumen dan volume pembelian pada digitalisasi nozzle SPBU agar dapat diigunakan untuk pengawasan BBM bersubsidi dengan efektif dan target digitalisasi nozzle SPBU sebanyak 5.518 SPBU dapat tercapai. Kehadiran digitalisasi nozzle merupakan upaya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan penggunaan BBM subsidi yang mengakibatkan over kuota JBT solar.

Ketua Umum DPP Hiswana Migas Rachmad Muhamadiyah mengatakan perkiraan over kuota untuk JBT solar memang cukup terlihat pada dua kuartal pertama 2019, di mana pada akhir tahun diprediksi melebihi angka yang ditetapkan pemerintah. Rachmad meminta bantuan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memberikan sosialiasi lepas masyarakat dalam penggunaan JBT solar agar tepat sasaran. “Kami juga akan meminta BPH Migas dan pemda bantu sosialisi karena kalau kami sampaikan ke konsumen akan sulit,” katanya.

Hiswana Migas mendukung program digitalisasi nozzle. Namun kendala terbesar lantaran kebanyakan fasilitas SPBU di Indonesia sangat beragam dan memiliki umur operasi yang relatif tua. “Dari sisi tangki timbun maupun mesin sudah lama (tua) dan (SPBU) di daerah-daerah, mesin masih sangat kuno. Dari SPBU dengan omset yang ada, berat beli alat baru. Ini kendalanya untuk seragamkan (digitalisasi nozzle) seluruh Indonesia,” kata Rachmad.

Direktur Pemasaran Retail Pertamina Mas’ud Khamid, mengatakan, program digitalisasi nozzle memerlukan pemasangan alat ukur di tangki SPBU, pemasangan sensor di masing-masing pipa nozzle, dan pemasangan perangkat server untuk proses transaksi.

Mas’ud menyebut, pemasangan alat ukur di tangki dan pemasangan sensor sudah selesai dilakukan di 5.518 SPBU. Sementara pemasangan electronic data capture (EDC) untuk proses transaksi baru tercapai 1.400 EDC dari target sebanyak 22 ribu. “Yang sudah terintegrasi, khususnya di Jakarta, 130 SPBU sudah terintegrasikan antara alat ukur, sensor, dan server untuk EDC, khusus Jakarta sudah selesai,” kata Mas’ud.

Dengan digitalisasi nozzle, Pertamina dapat memonitor keseluruhan transaksi pembelian BBM, baik dari konsumen maupun dari SPBU yang mengambil BBM dari Terminal BBM (TBBM) Pertamina. Dengan begitu, Pertamina akan lebih cepat mengetahui stok BBM di SPBU yang sudah menipis untuk segera dikirim kembali agar tidak terjadi kelangkaan.

“Selama ini stok habis, kami banyak tak tahu atau tahunya telat. Nanti stok menipis segera kirim dari TBBM. Stok akan terjaga. Kami juga jadi tahu SPBU mana yang penjualan BBM subsidi tidak wajar. Misal ambil sekian liter dari TBBM tapi kok jualnya lebih banyak,” kata Mas’ud.

Untuk konsumen, Pertamina juga akan mengetahui data dan pembelian BBM yang dilakukan konsumen. “Setelah ini, pada 2020 kita akan masuk ke nomor kendaraan, sudah bicara Kakorlantas minta data kendaraan, nomor pelat akan kita integrasikan, kami akan tahu siapa pembeli BBM dan tahu di mana dia beli,” katanya.

Mas’ud tak menampik penggunaan digitalisasi nozzle yang dinilai cukup terlambat. Pertamina memproyeksikan digitalisasi nozzle dapat terealisasi pada akhir Desember 2019. Alasannya, lantaran kondisi dan konstruksi SPBU-SPBU yang ada merupakan SPBU tua sehingga proses pengerjaannya harus hati-hati. Rata-rata tangki yang ada di SPBU tidak memiliki alat ukur ataupun soket untuk pemasangan alat ukur. Selain itu, proses pengerjaan instalasi digitalisasi nozzle tersebut hanya bisa dilakukan pada saat SPBU.

“Rata-rata tangki SPBU kamia tak ada alat ukur atau socket, jadi Telkom harus mengakali. Waktu pengerjaan juga saat SPBU tutup sekitar jam 10 malam hingga jam lima pagi sebelum SPBU beroperasi agar SPBU juga tetap bisa jualan,” kata Mas’ud. (Foto: KabarBisnis)