Berita Economy & Industry

Target Anjlok, Industri Otomotif masih Butuh Insentif

JAKARTA – Target penjualan mobil baru sekitar 1,1 juta unit sampai dengan akhir 2020 dipastikan tak tercapai. Gabungan Industri Kendaran Bermotor Indonesia (GAIKINDO) sebelumnya memproyeksikan bahwa pasar otomotif Indonesia akan terkoreksi lebih dari 40 persen atau 600 RIBU unit dibanding tahun 2019 yang lalu. Namun melihat realisasi penjualan otomotif sepanjang tahun 2020 berjalan, target 600 ribu unit itu pun tetap terasa sulit dicapai. 

Penjualan ritel otomotif diketahui baru menyentuh 453.525 unit sampai dengan Oktober 2020. Angka itu turun 46,7 persen dibanding periode yang sama tahun 2019 yang lalu. Sementara itu, total kumulatif penjualan dari pabrik ke dealer atau wholesales hingga Oktober 2020 terpaku di angka 421.089 unit. Jumlah itu turun 50,6 persen dibanding periode Januari – Oktober 2019, yakni 851.999 unit.

“Melihat situasi saat ini, sulit rasanya mencapai 600 ribu unit. Saat ini sudah memasuki November, saya kira [penjualan] di angka 525 ribu unit,” kata Sekretaris Umum GAIKINDO Kukuh Kumara dalam diskusi virtual baru-baru ini, seperti dikutip Bisnis.

Proyeksi penjualan otomotif yang berada di kisaran 525 ribu unit tersebut memposisikan penurunan sebesar 50 persen dari pencapaian tahun lalu, yang mencapai 1,032 juta unit. Menurut Kukuh, produksi mobil dalam negeri juga diprediksi rontok ke angka 775 ribu unit sampai dengan akhir tahun. Adapun, total produksi kendaraan roda empat atau lebih mencapai 1,289 juta unit pada tahun lalu.

Dia juga mengatakan bahwa langkah industri otomotif untuk menuju tahap pemulihan akan semakin berat jika tidak dibantu oleh pemerintah. Dia berharap ada upaya lain dari pemerintah yang mampu mendongkrak kinerja sektor otomotif.

Perlu dukungan pemerintah

Di sisi lain, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan berkomitmen terus mendorong pemberian insentif pajak untuk sektor otomotif, setelah sebelumnya usulan relaksasi pajak nol persen untuk pembelian mobil baru ditolak oleh Kementerian Keuangan. Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin, Taufiek Bawazier, mengatakan bahwa instrumen pajak yang mengarah pada konsumen menjadi penting untuk menggeliatkan kembali industri otomotif.

“Sekarang saatnya memberikan insentif bagi pembeli kendaraan. Kalau jumlah pemesanan dan penjualan meningkat, tentu utilitas pabrik otomotif bisa bertambah, sehingga lebih banyak lagi tenaga kerja yang dilibatkan,” kata Taufiek.

Dia menjelaskan pemangkasan pajak pembelian mobil baru yang lebih mengarah ke konsumen, diyakini mampu mendongkrak daya beli, sehingga penjualan otomotif pulih lebih cepat. Secara simultan hal ini juga membantu manufaktur otomotif tumbuh. Taufiek juga menyebutkan bahwa industri otomotif memiliki multiplier effect yang luas, mulai dari penyerapan tenaga kerja yang besar hingga memberdayakan pelaku usaha di sektor lainnya. Sedikitnya ada 1,5 juta tenaga kerja yang terserap di industri otomotif.

Esther Sri Astuti (Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance, INDEF) menilai bahwa insentif fiskal tidak cukup untuk memperbaiki kinerja industri otomotif karena pandemi Covid-19 telah memukul daya beli masyarakat. “Kebijakan pemerintah tidak cukup sampai insentif fiskal untuk perusahaan-perusahaan, tetapi permintaannya juga karena konsumen ada penurunan daya beli. Ini harus didorong dulu dari sisi permintaan dan suplai,” kata Esther.

Sejauh ini, sektor otomotif telah menjadi salah satu segmen usaha yang mendapatkan insentif perpajakan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program ini memberi tambahan kredit modal kerja yang dijamin senilai Rp 10 miliar hingga Rp 1 triliun. (*)