Bahan Bakar & Emisi Berita Transportasi

Rencana Cukai terhadap Emisi CO2 Kendaraan Bermotor Dinilai Salah Alamat

JAKARTA— Rencana pemerintah menerapkan cukai untuk kedaraan bemotor dianggap anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI salah alamat. Alasannya, instrumen fiskal yang bertujuan mengurangi emisi karbon tersebut lebih pas kalau bahan bakar minyak (BBM) yang dipilih sebagai barang kena cukai.

Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengatakan usul pemerintah tentang pemberlakuan cukai emisi karbon pada kendaraan bermotor tak cocok. Mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan itu menegaskan, kendaraan bermotor bukanlah satu-satunya sumber emisi karbon. Menurut Misbakhun, ada sektor industri ataupun manufaktur yang juga menghasilkan emisi. Sebab, sumber utama emisi karbon adalah BBM. Setali tiga uang, seharusnya BBM juga dikenai cukai.

“Kenapa kemudian tak sumber emisinya yang dikenakan fuel surcharge? Hampir di seluruh dunia fuel surchargeitu bagus,” kata Misbakhun seperti dikutip Kontan.co.id, Kamis 20 Februari 2020.

Dia meyakini fuel surcharge untuk emisi karbon bisa mengalahkan penerimaan dari cukai etil alkohol ataupun minuman keras. “Negara perlu melakukan upaya lebih kreatif,” kata Misbakhun.

Yang penting, kata Misbakhun, pemerintah bisa memberikan penjelasan dan alasan rasional yang mendasari penerapan kebijakan itu. “Keputusan politik itu sering tidak logis, tetapi harus rasional. Dengan rasionalisasi itu kita bisa menjelaskan kepada publik yang tak logis bisa masuk akal,” kata dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan cukai emisi karbon ditarik dari kendaraan bermotor. Namun, dalam pemaparan, Menkeu menyatakan pengenaan cukai kendaraan bermotor tak akan dikenakan untuk beberapa jenis kendaraan. Pertama, kendaraan yang tidak menggunakan BBM alias kendaraan yang menggunakan daya listrik. “Ini sekaligus mendukung program pemerintah yang mendorong kendaraan berbasis listrik yang emisi karbonnya jauh lebih kecil,” kata Sri Mulyani.

Kedua, cukai kendaraan bermotor tidak berlaku bagi kendaraan umum, kendaraan milik pemerintah dan kendaraan untuk keperluan khusus seperti ambulans dan kendaraan pemadam kebakaran. Ketiga, cukai kendaraan bermotor juga tidak akan berlaku bagi kendaraan yang diproduksi di dalam negeri untuk tujuan ekspor. Selanjutnya, pengenaan cukai ditujukan kepada produsen kendaraan pabrikan yang ada di dalam negeri dan produsen kendaraan bermotor dari luar negeri alias importir.

“Tarif cukainya advolarum dan atau spesifik multi tarif berdasarkan emisi gas CO2 yang dihasilkan dan aspek keseimbangan dan keadilan,” kata dia.

Pungutan cukai bisa hasilkan Rp 15,7 triliun

Saat ini Kementerian Keuangan sedang menggodok rencana pengenaan cukai terhadap mobil dan sepeda motor tersebut. Namun, dalam hitungan kasar Kementerian Keuangan pengenaan cukai mobil dan motor baru itu bisa mendongkrak penerimaan negara sekitar Rp 15,7 triliun dalam setahun.

Pungutan cukai terhadap mobil dan sepeda motor ini rencananya berdasarkan pada gas buang atau emisi gas karbondioksida (CO2) dari kendaraan tersebut. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pengenaan cukai pada kendaraan mobil dan sepeda motor bermisi karbon pada dasarnya sama saja dengan mekanisme pajak penjualan barang mewah (PPnBM) yang selama ini sudah berlaku. 

 “Sebelumnya kami sudah mengenakan juga dengan skema PPnBM (pajak penjualan barang mewah) untuk kendaraan bermotor dengan ber-CC (kapasitas silinder) besar. Tapi seharusnya instrumen yang lebih tepat adalah cukai walaupun kami lihat efeknya mungkin akan sama saja,” kata Menkeu dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR-RI , Rabu 19 Februari 2020.

Saat ini kendaraan bermotor khususnya roda dua alias sepeda motor dengan kapasitas silinder di bawah 250 CC tak dikenakan PPnBM. Padahal penjualan kendaraan bermotor kelompok ini paling besar jumlahnya. Selain itu kendaraan bermotor ini juga memberikan sumbangan polusi karbondioksida.

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Permerintah (PP) Nomor 73/2019 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM).  Dalam aturan baru tersebut, basis pengenaan PPnBM pada kendaraan bermotor adalah emisi karbon, bukan lagi jenis dan besaran CC mesin mobil.

Jika nantinya pembahasan tentang usulan cukai mobil dan sepeda motor berdasarkan emisi karbon ini dilanjutkan dan disetujui oleh DPR, maka asumsinya potensi penerimaan cukai kendaraan bermotor ini sekurang-kurangnya sama dengan nilai penerimaan PPnBM sebagai konsekuensi shifting atau pengalihan (baseline penerimaan PPnBM tahun 2017). Dengan asumsi itu, Kemenkeu menghitung, potensi penerimaan cukai kendaraan bermotor mobil dan sepeda motor berdasarkan emisi karbon bisa menambah penerimaan negara sebesar Rp 15,7 triliun. (*)