ANTARA— Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menekankan bahwa membangun industri otomotif nasional yang mandiri butuh investasi besar pada riset dan pengembangan (research and development, R&D). Membangun industry otomotif nasional ini misalnya termasuk keinginan membangun merek mobil nasional hingga pemanfaatan bahan baku kendaraan listrik (electric vehicle, EV).
“Kalau kita mau masuk ke sana, kajiannya harus betul-betul panjang. Kita harus melihat secara keseluruhannya. Jangan hanya ada pabriknya dan pabrik komponennya saja, perlu riset dan pengembangan,” kata Sekretaris Umum GAIKINDO Kukuh Kumara pada Forum Bisnis Indonesia di Jakarta, beberapa hari lalu.
Indonesia, memiliki posisi unik di kalangan ASEAN (organisasi negara-negara Asia Tenggara The Association of Southeast Asian Nations) sebagai pasar otomotif terbesar. Kondisi ini menjadikan Indonesia magnet bagi produsen mobil global, mulai dari Jepang, Korea, hingga China. Tapi keberhasilan industri otomotif domestik ke depan tidak bisa hanya mengandalkan keberadaan pabrik dan fasilitas perakitan semata.
“Yang perlu ditingkatkan adalah R&D-nya. Belajar dari China, sebelum 2010 industrinya tak terlalu maju. Tapi setelah mereka fokus pada riset dan pengembangan, tumbuh ratusan produsen mobil di sana,” kata Kukuh.
Keunggulan Indonesia berupa ketersediaan sumber daya alam seperti nikel dan mineral penting lainnya harus dikembangkan lebih jauh agar benar-benar memberi nilai tambah bagi industri otomotif nasional. Tanpa transformasi bahan baku menjadi teknologi yang dapat diintegrasikan ke kendaraan listrik, Indonesia akan sulit bersaing dalam rantai pasok global. “Jangan hanya kita mengandalkan punya raw material (bahan baku). Bagaimana mengembangkan raw material itu untuk manfaat bagi industri otomotif kita, itu juga penting,” katanya.
Dengan strategi yang berfokus pada R&D, pengembangan mobil nasional tak hanya menjadi proyek prestise, tetapi juga motor pertumbuhan industri otomotif dan perekonomian Indonesia.
Pemerintah Korea Selatan cukup agresif dalam mengalokasikan dana untuk penelitian dan pengembangan kendaraan masa depan. Tahun 2025, Kementerian Industri dan Energi Korea Selatan merencanakan pengeluaran publik sebesar 499 miliar won (Rp 5,9 triliun) untuk mengembangkan teknologi mobility masa depan, termasuk mobil listrik, kendaraan otonom, dan kendaraan berbahan bakar hidrogen, bunyi laporan Kantor Berita Korea Selatan Yonhap Februari lalu.
Pemerintah Jepang pada 2022 juga melakukan tindakan konkret melalui pembentukan Green Innovation Fund senilai dua triliun yen (sekitar Rp 225,5 triliun), yang di bawah program tersebut didukung proyek R&D dan implementasi solusi kendaraan ramah lingkungan serta demonstrasi teknologi otomotif maju.
Di China, angka keseluruhan untuk R&D pemerintah pada tahun 2024 mencapai 3,61 triliun yuan (sekitar Rp 19,5 kuadriliun), dengan rasio R&D terhadap produk domestik bruto (PDB) sekitar 2,68 persen. Walau data tersebut bukan khusus untuk otomotif saja, skala anggaran ini menunjukkan bahwa pemerintah China sangat mendukung inovasi teknologi termasuk mobilitas dan kendaraan listrik. (*)