JAKARTA— Industri kaca lembaran optimistis mampu meraih penjualan hingga 1,29 juta ton pada 2023 atau tumbuh 4,8 perse dibanding tahun lalu 1,23 juta ton. Tingginya permintaan kaca dari industri otomotif untuk mengejar penjualan satu juta unit mobil dan ekspor 500 ribu unit kendaraan, akan menjadi katalis positif bagi pertumbuhan penjualan industri kaca lembaran tahun ini.
“Pertumbuhan industri lembaran selalu hampir sama dengan pertumbuhan ekonomi nasional, karena pasarnya adalah sektor properti dan otomotif yang menggunakan kaca pengaman yang diproses dari kaca lembaran. Dan sektor otomotif diharapkan naik lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya ekspor mobil,” kata Ketua Umum Asosiasi Kaca Lembaran dan Pengaman (AKLP) Yustinus Gunawan seperti dikutip Investor Daily, beberapa pekan yang lalu.
Yustinus optimistis prospek pertumbuhan kaca lembaran masih baik, ditopang pemulihan ekonomi yang berlanjut dan efektivitas kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk industri manufaktur. Pertumbuhan 2023 kemungkinan lebih rendah sekitar 0,5 sampai 1 persen dibanding 2022, setelah tahun lalu mendapat windfall revenue dari komoditas batu bara dan minyak sawit (CPO). “Tapi tahun ini industri kaca lembaran masih tetap memiliki prospek tinggi dengan target penjualan 1,29 juta ton, atau naik 4,8 persen dibanding 2022,” kata dia.
Dia mengungkapkan, industri kaca lembaran mampu mencatatkan pertumbuhan yang tinggi pada 2022 di tengah lonjakan harga energi dunia karena adanya kebijakan HGBT US$ 6 per MMBTU. Dengan adanya kepastian harga gas tersebut dan juga tarif listrik yang stabil, membuat industri kaca mampu berproduksi dengan baik dan memenuhi peningkatan order yang masuk di tahun lalu.
Industri kaca lembaran nasional, menurut Yustinus, saat ini memiliki kapasitas produksi sebanyak 1,35 juta ton, dengan utilisasi hampir 90 persen. Di mana sekitar 400 ribu ton diekspor ke berbagai negara, dan 900 ribu ton untuk pasar dalam negeri. Dia mengatakan, penjualan kaca lembaran pada tahun ini akan ditopang oleh naiknya permintaan dari industri pengguna seperti otomotif dan properti. Khususnya industri otomotif yang mengontribusi sekitar 30 persen terhadap total penjualan kaca lembaran.
“Jadi kalau misalnya ekspor otomotif besar, sesuai arahan Presiden Jokowi kepada pabrikan mobil, itu menandakan daya saing kita tinggi dan multiplier effect -nya banyak, termasuk ke industri kaca,” kata dia.
Presiden Jokowi sebelumnya telah mengajak produsen otomotif meningkatkan ekspor. “Terimakasih untuk industri otomotif yang sudah meningkatkan ekspornya hampir 100%. Tapi, kita masih kalah dengan Thailand. Untuk itu, saya ingin mendorong agar ekspornya makin tinggi lagi,” kata dia.
Ekspor mobil dalam bentuk utuh (completey build up, CBU) dari Indonesia diperkirakan menembus 500 unit pada tahun ini, sejalan dengan langkah produsen otomotif di dalam negeri yang akan terus menambah jumlah pengiriman dan negara-negara tujuan baru. Capaian kinerja ekspor tersebut akan menjadi tertinggi sepanjang sejarah industri otomotif Tanah Air, mengalahkan tahun lalu yang sebanyak 473 ribu unit.
“Kita mengupayakan (tembus 500 ribu unit), karena potensi itu ada. Australia memiliki potensi besar untuk menjadi negara tujuan ekspor baru, Jepang juga masih potensial,” kata Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINFO) Kukuh Kumara.
Kukuh melihat, potensi peningkatan ekspor masih sangat terbuka, terlebih dari Australia yang pasarnya sangat besar. Sejak 2017, tidak ada prinsipal yang memproduksi kendaraan di Australia, sehingga negara tersebut saat ini mengimpor 100 persen kendaraan dari luar negeri. “Ada brand-brand tertentu yang sudah beroperasi di Indonesia, rutin mengirim mobil ke sana dengan rentang 30 sampai 50 ribu unit per tahun dari pabrik di negara lain. Kalau jumlah tersebut produksinya bisa dipindahkan ke Indonesia untuk dikirim ke Australia, tentunya dapat menambah volume ekspor,” kata Kukuh.
Merujuk data GAIKINDO, ekspor mobil CBU Indonesia pada 20222 mencapai 473.602 unit atau naik 60,7% dibanding tahun lalu 294.639 unit. Ekspor kendaraan CBU dilakukan oleh 11 produsen otomotif, yakni PT Toyota Motor Manufacturings Indonesia (Toyota), PT Astra Daihatsu Motor (Daihatsu), PT Suzuki Indomobil Motor (Suzuki), PT Hino Motor Manufacturing Indonesia (Hino).
PT Honda Prospect Motor (Honda), PT Isuzu Astra Motor Indonesia (Isuzu), PT Mitsubishi Motors Krama Yudha Indonesia (Mitsubishi), PT Handal Indonesia Motor (Hyundai), PT Hyundai Motor Manufacturing Indonesia (Hyundai), PT Sokonindo Automobile (DFSK), dan PT SGMW Motor Indonesia (Wuling).
Kukuh mengatakan, peningkatan volume ekspor memang tidak sesederhana seperti pasar dalam negeri. Selain varian produknya yang berbeda-beda, pengiriman kendaraan ekspor juga harus mengikuti standar yang berlaku di negara tujuan, seperti faktor keselamatan maupun emisi. Produsen otomotif juga perlu meminta persetujuan dari prinsipal untuk menambah varian ekspor dari Indonesia. “Sejak sebelum pandemi, GAIKINDO juga mengupayakan agar prinsipal yang sudah punya pabrik di sini, mau menambah varian produk ekspornya,” kata Kukuh. (*)