Berita Economy & Industry Regulasi

Pajak Mobil Tinggi, Pemerintah Perlu Membuat Kebijakan Jangka Panjang Selamatkan Industri Otomotif

INEWS— Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) meminta pemerintah membuat kebijakan jangka panjang untuk industri otomotif Indonesia. Kebijakan yang kerap berubah membuat konsumen dan pelaku industri dilanda ketidakpastian. Apalagi harga mobil di Indonesia menjadi yang termahal di dunia, akibat banyaknya komponen pajak yang diterapkan. Kondisi ini diperparah dengan menurunnya daya beli masyarakat yang memengaruhi pada penjualan mobil yang terus menurun.

Di sisi lain, Indonesia memiliki potensi pasar besar dilihat dari demografi jumlah penduduk lebih dari 275 juta orang dan rasio kepemilikan mobil yang masih rendah. Dari 1.000 penduduk Indonesia hanya 99 orang yang memiliki mobil.  Tak heran banyak brand masuk ke Indonesia tak hanya jualan tapi juga membangun pabrik di Indonesia yang dapat mendorong roda perekonomian yang tengah melambat.

Menyikapi itu, Sekretaris Umum GAIKINDO Kukuh Kumara merasa perlu adanya kebijakan jangka panjang yang dapat meningkatkan penjualan kendaraan bermotor. Mengingat saat ini kondisi industri otomotif Tanah Air sangat mengkhawatirkan dengan terus alami penurunan penjualan.

“Kita perlu memikirkan kebijakan yang berjangka panjang, bukan sekadar musiman. Kebijakan yang hanya berlaku sebentar lalu dicabut bisa membuat pasar tidak stabil. Saat masa berlakunya hampir habis, orang jadi ragu, beli atau tidak. Akhirnya, penjualan pun turun,” kata Kukuh di Jakarta, Senin 19 Mei 2025.

Ia meminta pemerintah tak hanya fokus pada mobil listrik. Sebab, saat ini mobil hybrid dan mobil low cost green car (LCGC) juga memiliki peran penting sebagai tulang punggung industri otomotif Indonesia. Terlebih, dua jenis kendaraan tersebut menghasilkan emisi yang sangat rendah. “Kami tak minta bantuan dalam bentuk utang atau subsidi. Yang kami usulkan adalah penundaan pembayaran pajak pada periode tertentu. Setelah ekonomi kembali pulih, pendapatan negara pun akan kembali,” katanya.

Sejumlah produsen mobil memilih untuk berinovasi dalam menciptakan mobilitas ramah lingkungan dengan tak terpaku pada mobil listrik. Kukuh menyebutkan mobil jenis plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) menjadi salah satu yang ramah lingkungan dan hemat bahan bakar. “Ada kendaraan PHEV yang berhasil menempuh perjalanan Jakarta–Bali hanya dengan satu kali pengisian baterai dan satu kali pengisian bahan bakar, mencapai 1.300 kilometer. Jika teknologi ini digabung dengan bioetanol, potensi pengurangan emisinya luar biasa,” katanya.

Kukuh berharap pemerintah bisa lebih luas dalam menyusun kebijakan di industri otomotif, sehingga ekosistem yang sehat dan daya saing kuat bisa terwujud. (*)