BLOOMBERG— Pakar industri perminyakan dan gas (Migas) Pri Agung Rakhmanto memandang pemerintah sedang menata ulang bisnis stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Indonesia. Salah satunya, itu tampak dari sikap pemerintah tiak menambah kuota impor bahan bakar minyak (BBM) bagi badan usaha (BU) hilir migas meski mereka sedang butuh tambahan pasokan.
Pri Agung Rakhmanto (Founder ReforMiner Institute) berpendapat pemerintah sedang ingin menata ulang kegiatan usaha hilir migas agar dikontrol oleh negara. Menurutnya, pemerintah juga ingin mendorong izin usaha niaga hilir migas semestinya diiringi kewajiban menjaga stok atau membangun infrastruktur hilir yang mampu memperkuat ketahanan stok BBM nasional. “Itu sepertinya yang sedang diupayakan pemerintah titik temunya,” kata Pri Agung Senin 15 September 2025.
Menurut arahan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemenuhan BBM untuk SPBU swasta bakal dilakukan oleh PT Pertamina (Persero). Jika pasokan Pertamina masih belum mencukupi, tambahan impor juga hanya boleh dilakukan satu pintu, hanya oleh Pertamina.
Sampai dengan Juli 2025, impor minyak mentah dan hasil minyak (termasuk BBM) Indonesia melonjak dibanding bulan sebelumnya, menurut data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) awal September 2025. Nilai impor minyak mentah pada Juli 2025 mencapai 786 juta dolar Amerika Serikat (AS), naik 34,92 persen secara bulanan. Impor hasil minyak turut naik 5,38 persen secara bulanan nilainya menjadi 1,72 miliar dolar AS pada Juli. Secara kumulatif, nilai impor minyak mentah Januari—Juli 2025 mencapai 4,96 miliar dolar AS, turun 21,07 persen dari rentang yang sama tahun lalu. Nilai impor hasil minyak Januari—Juli 13,41 miliar dolar AS, juga turun 12,20 persen secara tahunan.
Satu Pintu
Dua perusahaan SPBU swasta— Shell Indonesia dan BP-AKR— melaporkan kelangkaan stok sejak bulan Agustus 2025 lalu. Wakil Menteri ESDM Yuliot memastikan pengadaan BBM untuk kebutuhan SPBU swasta tersebut dilakukan satu pintu melalui Pertamina. Untuk itu, Kementerian ESDM tengah mencocokan data kebutuhan BBM dari seluruh perusahaan SPBU termasuk milik Shell Indonesia dan BP-AKR yang sekarang tutup karena kosong.
Hingga saat ini, kementerian mengalkulasi bahwa kekurangan BBM untuk seluruh perusahaan SPBU hingga akhir tahun ini mencapai 1,4 juta kiloliter (kl). “Itu nanti proses impornya akan dilakukan satu pintu [melalui Pertamina]. Jangan sampai apa yang sudah diberikan itu tak mencukupi. Jadi ada masalah dalam implementasinya,” kata Yuliot di Kementerian ESDM, Jumat 12 September 2025.
Impor BBM jika dilakukan maka akan melibatkan perusahaan AS. Ia tak menjelaskan apakah Pertamina akan secara langsung membeli BBM dari perusahaan AS tersebut, atau melalui mekanisme lainnya. Yuliot hanya memastikan pembelian BBM yang melibatkan perusahaan AS tersebut akan terhitung sebagai realisasi kesepakatan impor migas dari AS. Mekanisme tersebut dilakukan dalam rangka kesepakatan negosiasi tarif resiprokal dengan AS di bawah pemerintahan Presiden Donald Trump.
“Ada beberapa perusahaan AS, itu tinggal kesepakatan kita. Perusahaan AS yang melakukan pengadaan harus, misalnya Exxon kemudian Chevron,” kata Yuliot. “Jadi dari mana pun itu mereka melakukan pengadaan itu terserah. Tapi ini dicatatkan sebagai trade balance kita dengan Amerika,” dia menambahkan.
Indonesia dikenai tarif timbal balik sebesar 19 persen oleh AS, sebelumnya 32 persen. Salah satu kesepakatan yang disepakati antara RI-AS yakni kebijakan impor gas minyak cair (liquified petroleum gas, LPG), hingga bahan bakar minyak (BBM) jenis bensin senilai total 15 miliar dollar AS.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia membantah tudingan bahwa pemerintah ingin memonopolis bisnis hilir migas melalui Pertamina, dengan membatasi ruang gerak pemain swasta dalam pengadaan BBM. Menurutnya, arahan pembelian BBM ke Pertamina untuk operator SPBU swasta merupakan kolaborasi antarbisnis (business to business, B2B). “Ini bukan persoalan persaingan usaha. Ini persoalan Pasal 33 [UUD 45]. Hajat hidup orang banyak, itu alangkah lebih bagus dikuasai negara, tetapi bukan berarti totalitas semua dikuasai negara,” katanya di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa 9 September 2025.
Dia juga membantah pemerintah sengaja menahan tambahan izin impor kepada SPBU swasta yang saat ini tengah kesulitan pasokan BBM. Ini khususnya bensin dengan Research Octane Number (RON) 92 ke atas serta solar dengan angka setana (Cetane Number CN) sekitar 50-55 dan kandungan sulfur rendah dengan konsentrasi di bawah 10 parts per million (ppm).
“Impor untuk 2025 kuotanya diberikan 110 persen dibandingkan dengan 2024. Sangatlah tak benar kalau kita tak memberikan kuota impor. Saya pikir sudah fair, sudah dikasih 110 persen,” katanya. (*)