KOMPAS— Data penjualan mobil menunjukkan penurunan tajam pada tahun ini. Merespons kondisi tersebut, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita kembali mengusulkan pemberian insentif untuk menjaga keberlangsungan industri otomotif dari hulu hingga hilir.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), penjualan mobil secara whole sales (distribusi dari pabrik ke dealer) sepanjang Januari–Oktober 2025 mencapai 634.844 unit. Angka itu turun 10,6 persen dari 711.064 unit pada periode yang sama tahun 2024 lalu. Penjualan retail juga turun 9,6 persen, dari 731.113 unit menjadi 660.659 unit.
Menteri Agus menilai penurunan tersebut menjadi sinyal kuat bahwa industri otomotif membutuhkan perhatian khusus dari pemerintah. Ia menekankan bahwa sektor otomotif memiliki peran strategis, baik dalam penyerapan tenaga kerja, kontribusi ekonomi, maupun keterkaitan rantai pasok industri. “Kemenperin akan terus memberikan perhatian khusus kepada sektor otomotif. Sektor ini terlalu penting untuk kita abaikan. Tidak mungkin kita abaikan,” kata Menteri Agus dalam pembukaan pameran Link and Match IKM Alat Angkut di Jakarta, Selasa 2 Desember 2025.
Ia menjelaskan industri otomotif memiliki backward dan forward linkage yang besar, sehingga penurunannya akan berdampak luas pada industri pendukung maupun sektor turunan. Karena itu, ia menilai pemberian insentif atau stimulus sangat diperlukan untuk menahan pelemahan lebih dalam. Kemenperin menilai indikator paling mendasar untuk melihat kesehatan industri otomotif adalah penjualan kendaraan ke pasar, bukan hanya pertumbuhan segmen tertentu atau besaran investasi.
Pasar yang melemah secara simultan dapat mengancam utilisasi pabrik, menghambat investasi, dan berpotensi memicu tekanan terhadap lapangan kerja, baik di industri perakitan maupun komponen. Ia menambahkan bahwa usulan insentif harus mampu menjawab persoalan dari sisi permintaan (demand side) maupun sisi penawaran (supply side). Meski pengajuan sebelumnya belum membuahkan hasil, Agus menegaskan pemerintah akan terus memperjuangkannya.
“Ini tanggung jawab kami. Salah kalau tidak diperjuangkan. Doakan saja, kami berjuang agar sektor otomotif bisa bangkit,” katanya.
Tim di Kemenperin sedang merumuskan skema insentif yang relevan dan diharapkan mampu menjadi solusi atas tekanan di industri otomotif. “Kami siapkan insentif yang bisa menjawab dari sisi demand dan supply. Semoga pada pertemuan berikutnya semuanya bisa tersenyum,” tambahnya.
Data terbaru dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) memperkuat kekhawatiran tersebut. Sepanjang Januari-Oktober 2025, whole sales mencapai 635.844 unit, turun 10,6 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Produksi kendaraan juga turun menjadi 957.293 unit, dari 996.741 unit pada 2024.
Pelemahan paling dalam terjadi pada segmen kendaraan yang menjadi tulang punggung industri otomotif nasional. Segmen entry-level (dengan harga on the road/ OTR sekitar Rp 200 juta) turun 40 persen, segmen low (harga OTR Rp 200-400 juta) turun 36 persen, dan segmen kendaraan komersial merosot 23 persen. Ketiga segmen ini selama ini menjadi pasar terbesar bagi produksi dalam negeri dan menyasar konsumen kelas menengah.
Sementara itu, penjualan kendaraan listrik (electric vehicle, EV) meningkat signifikan. Namun Menteri Agus mengingatkan bahwa 73 persen dari total penjualan EV sepanjang 2025 yang mencapai 69.146 unit merupakan kendaraan impor. Itu artinya manfaat industrinya— baik produksi maupun penyerapan tenaga kerja— terjadi di luar negeri. Sedangkan segmen yang diproduksi di dalam negeri justru turun sangat dalam. Lonjakan penjualan EV lebih banyak berasal dari impor. Ini menjadi tantangan besar bagi industri otomotif nasional. Dengan kondisi tersebut, Kemenperin menilai insentif menjadi instrumen penting untuk memulihkan pasar kendaraan bermotor sekaligus menjaga agar industri otomotif nasional tetap kompetitif dan berkelanjutan. (*)

