JAWAPOS— Industri otomotif Indonesia menghadapi tantangan serius. Penjualan mobil pada Agustus 2025 mencatat kenaikan tipis dibanding bulan Juli sebelumnya. Tapi secara tahunan angkanya pada 2025 turun dibanding tahun 2024. Kondisi ini membuat Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mendesak pemerintah segera memberikan stimulus fiskal untuk menyelamatkan kinerja pasar otomotif nasional.
Berdasarkan data GAIKINDO, retail sales pada Agustus 2025 mencapai 66.478 unit, naik 5,7 persen dibandingkan Juli 2025 (62.922 unit). Sementara whole sales 61.780 unit, tumbuh 1,5 persen dibanding Juli (60.878 unit).
Namun secara tahunan (dibanding Agustus 2024), pasar mobil di Indonesia turun. Whole sales berkurang 19 persen dari 76.302 unit, sedangkan retail sales turun 13,4 persen dari 76.806 unit. Penurunan ini menandakan daya beli konsumen belum sepenuhnya pulih, meskipun industri mencoba menggenjot penjualan melalui program promosi maupun pameran otomotif.
GIIAS 2025 Menopang Penjualan, tapi belum Cukup
Ketua GAIKINDO Jongkie D Sugiarto menyebut kenaikan tipis penjualan pada Agustus sebagian besar terdorong oleh pameran otomotif GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2025. GIIAS adalah pameran otomotif yang rutin menjadi ajang transaksi sekaligus barometer tren otomotif nasional.Tapi euforia pameran tak cukup untuk mengangkat industri secara berkelanjutan.
“Kami berharap situasi ekonomi nasional bisa segera kondusif agar penjualan kembali normal. Tapi tanpa stimulus, target tahun ini sangat berat untuk tercapai,” kata Jongkie.
Untuk tahun 2025 ini GAIKINDO sebelumnya memaasang target penjualan mobil baru di angka 900 ribu unit. Namun melihat tren penurunan dalam beberapa bulan terakhir, GAIKINDO mengakui target tersebut kemungkinan besar berat untuk dicapai. “Kami sedang mengkaji ulang target, karena kondisi pasar jelas belum sesuai harapan. Kalau tren negatif ini berlanjut, industri otomotif bisa kehilangan momentum yang seharusnya menopang pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Jongkie.
Dalam situasi yang makin menekan, GAIKINDO mendorong pemerintah kembali memberlakukan insentif fiscal. Salah satunya berupa keringanan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Ditanggung Pemerintah (DTP) yang terbukti efektif di saat pasar mobil tertekan selama Pandemi COVID-19. Menurut Jongkie, kebijakan tersebut berhasil mendongkrak penjualan mobil secara drastis pada 2021–2022. Selain itu, meningkatnya volume penjualan justru memperbesar penerimaan negara dari pajak lain seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB), dan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB).
“Kami mengusulkan agar skemanya sama seperti waktu pandemi. Saat itu terbukti penjualan melonjak, industri bergairah, dan penerimaan pajak justru bertambah besar,” katanya.
Industri otomotif juga diyakini memiliki efek domino yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Selain menyerap jutaan tenaga kerja, sektor ini juga menopang ratusan industri komponen, logistik, hingga pembiayaan. Lesunya pasar mobil berpotensi memperlambat pertumbuhan industri pendukung serta mengurangi kontribusi ke Produk Domestik Bruto (PDB).
Dengan kondisi konsumsi rumah tangga yang masih lemah, insentif fiskal dinilai penting untuk menjaga daya beli masyarakat kelas menengah yang menjadi tulang punggung pasar otomotif. GAIKINDO menegaskan, stimulus semacam ini tak hanya menyelamatkan produsen mobil, tetapi juga mendukung stabilitas ekonomi nasional. “Saat itu terbukti bahwa penjualan naik drastis dan karena volumenya meningkat maka penerimaan pajak yang tidak DTP seperti PPN, BBN KB dan PKB menjadi sangat besar,” kata Jongkie. (*)