TEMPO – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan kenaikan pembiayaan kendaraan listrik menjelang berakhirnya insentif impor mobil listrik pada tahun 2025. Total pembiayaan yang masih berjalan untuk kendaraan listrik bulan Agustus 2025 mencapai Rp 19,45 triliun, naik 5,19 persen dibanding bulan Juli 2025. Porsi pembiayaan kendaraan listrik tercatat 3,65 persen dari total pembiayaan industri multifinance.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman mengatakan permintaan kendaraan listrik diperkirakan terus meningkat hingga akhir tahun 2025. Peningkatan ini dapat mendukung kinerja pembiayaan sektor kendaraan listrik.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan tak memperpanjang insentif impor mobil listrik completely built-up (CBU) pada 2026. Insentif impor yang berlaku hingga bulan Desember 2025 mencakup pembebasan bea masuk serta keringanan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penerima manfaat wajib memproduksi kendaraan listrik dalam negeri dengan rasio 1:1 terhadap jumlah CBU yang diimpor.
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan izin impor CBU tak diberikan lagi setelah program insentif berakhir. Hal ini ditegaskan juga oleh Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin Setia Diarta.Ada enam perusahaan penerima manfaat insentif impor kendaraan listrik tipe battery electric vehicle (BEV). Mereka adalah PT National Assemblers (Citroen, AION, Maxus), PT BYD Auto Indonesia, PT Geely Motor Indonesia, PT VinFast Automobile Indonesia, PT Era Industri Otomotif (Xpeng), dan PT Inchcape Indomobil Energi Baru (GWM Ora).
Total investasi keenam perusahaan mencapai Rp 15,52 triliun dengan kapasitas produksi hingga 305 ribu unit. Kemenperin mendorong seluruh perusahaan tersebut merealisasikan produksi kendaraan listrik secara domestik. (*)