Berita Economy & Industry Regulasi

Regulasi TKDN Berubah: Hitung Ulang Insentif Industri Otomotif

Foto: KOMPAS

KOMPAS— Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) Nomor 35 Tahun 2025, mengatur ulang tata cara sertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) serta Bobot Manfaat Perusahaan (BMP). Perubahan besar ini menjadi fondasi baru dalam penghitungan TKDN, yang kini dibuat lebih terstruktur, transparan, dan mencerminkan kondisi produksi yang sebenarnya.

Di sisi lain, reformasi tersebut berimplikasi langsung terhadap industri otomotif, karena nilai TKDN kini menjadi pintu masuk utama untuk mendapatkan fasilitas fiskal, termasuk insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Barang Penjualan Mewah (PPnBM), seperti diatur dalam PMK 12/2025.  Dalam regulasi baru ini, metode perhitungan TKDN barang mengalami perubahan mendasar.

Formula TKDN ditetapkan menjadi 75 persen bobot bahan langsung, 10 persen bobot tenaga kerja langsung, dan 15 persen bobot biaya tidak langsung pabrik. Pemerintah juga menerapkan sistem komponen berjenjang agar nilai setiap bagian produk dihitung secara proporsional berdasarkan kandungan lokalnya. Komponen yang memiliki nilai TKDN lebih dari 80 persen, seperti baterai hingga modul elektronik pada kendaraan listrik, akan diperhitungkan penuh sebagai komponen local. Sementara, komponen dengan nilai di bawah 25 persen hanya dihitung seperempat dari nilainya.

Ketentuan ini mendorong pabrikan otomotif untuk benar-benar menata ulang struktur biaya, memilih pemasok yang tepat, dan memperkuat rantai pasok domestik agar dapat memenuhi ambang batas TKDN yang dipersyaratkan. Pemerintah juga memberi pengakuan TKDN minimal 25 persen bagi perusahaan yang berinvestasi membangun fasilitas produksi di Indonesia dan mempekerjakan mayoritas tenaga kerja lokal. Tambahan perhitungan TKDN hingga 20 persen juga diberikan apabila pabrikan melakukan atau memiliki riset dan pengembangan yang benar-benar aktif di Indonesia.

Di luar formula TKDN, aturan ini memperkenalkan skema Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) yang menjadi instrumen untuk menilai kontribusi perusahaan terhadap penguatan industri melalui faktor seperti penyerapan tenaga kerja, investasi baru, lokasi pabrik, penggunaan mesin atau peralatan buatan dalam negeri, kemitraan dengan industri kecil, hingga aktivitas penelitian dan pengembangan. Seluruh faktor ini dapat menambah nilai kelayakan perusahaan, terutama bagi pabrikan yang selama ini mengandalkan fasilitas mitra untuk memproduksi model dengan volume terbatas.

Adapun masa berlaku sertifikat TKDN menjadi lima tahun dan mempermudah skema bagi IKM melalui mekanisme self declare. Dengan begitu, pelaku IKM dapat memperoleh nilai TKDN lebih cepat dan lebih murah, sekaligus mendorong lebih banyak pemasok lokal masuk ke ekosistem industri otomotif.

Reformasi TKDN ini berjalan beriringan dengan kebijakan fiskal sektor otomotif yang diatur dalam PMK 12/2025. Pasalnya, insentif berupa penanggungan PPN dan PPnBM untuk teknologi kendaraan listrik, baik battery electric vehicle (BEV) maupun hybrid, ini diberikan berdasarkan ketentuan TKDN minimum 40 persen. Secara perinci, untuk BEV, insentif berupa PPN Ditanggung Pemerintah (PPN-DTP) yang diterapkan adalah 10 persen dari harga jual kendaraan listrik dengan TKDN minimal 40 persen. Bus listrik dengan TKDN antara 20 hingga 40 persen mendapat insentif sebesar lima persen. Sementara kendaraan hybrid— termasuk full hybrid, mild hybrid, maupun plug-in hybrid (PHEV)—  mendapat insentif PPnBM Ditanggung Pemerintah sebesar tiga persen dari harga jual.

Seluruh kendaraan yang mengajukan fasilitas ini wajib memperoleh penetapan TKDN dari Kementerian Perindustrian. Dengan begitu sertifikasi berdasarkan Permenperin 35/2025 menjadi dasar utama untuk bisa memanfaatkan fasilitas fiskal tersebut. Walhasil, hubungan tersebut menempatkan Permenperin 35/2025 sebagai fondasi teknis bagi seluruh program insentif pada sektor otomotif.

Bagi produsen yang masih mengandalkan perakitan sederhana atau impor komponen bernilai tinggi, tantangannya menjadi nyata. Tanpa penyesuaian struktur produksi, peluang untuk mendapatkan insentif fiskal akan semakin sempit. Sebaliknya, bagi produsen yang telah menanamkan investasi manufaktur, memperkuat rantai pasok lokal, dan membangun kapabilitas riset di Indonesia, reformasi TKDN memberikan nilai tambah signifikan dan memperkuat posisi mereka dalam memanfaatkan insentif pemerintah. (*)