BLOOMBERG— Pergeseran besar-besaran di industri otomotif dalam satu abad terakhir sedang berlangsung. Sejumlah negara menawarkan susbsidi untuk mempercepat kehadiran mobil listrik.
Beberapa kejutan terjadi dalam satu tahun terakhir. Salah satunya adalah besarnya pangsa pasar global yang dikuasai produsen mobil China, dan seberapa sulit bagi pesaingnya untuk berkompetisi dengan mobil listrik murah dan berteknologi baru buatan China.
Kejutan lain adalah dominasi rantai pasok kendaraan listrik China yang begitu besar dan ketika produsen otomotof lain berupaya keras mengejarnya, pertumbuhan permintaan mobil listrik secara global pun melambat. Kombinasi faktor-faktor itu bisa merugikan produsen mobil Eropa dan Amerika, dan mengancam tujuan ambisius mengurangai emisi gas rumah kaca dari sektor transportasi.
1. Seberapa besar industri EV China?
Merk mobil listrik China mencapai sekitar setengah dari penjualan kendaraan listrik (electric vehicle, EV) secara global. Sejumlah produsen mobil China, seperti BYD Co, berhasil mengambil alih pasar domestik dari produsen yang sebelumnya berkuasa seperti Volkswagen AG. BYD berhasil mengambil alih posisi Tesla sebagai penjual mobil listrik terbesar di dunia di kuartal keempat 2023.
Konsumen China yang beralih ke EV berjumlah besar, kendaraan listrik penuh (bukan jenis hibrida atau plug-in hibrida) mencapai seperempat dari total penjualan kendaraan penumpang baru pada 2023, dibandingkan dengan 15,7 persen di Eropa.
Produsen telepon selular (ponsel) pintar China Xiaomi Cop berencana menjual mobil listrik pertama bulan Maret ini. Sementara mobil tipe Aito milik Huawei Technologies Co menjadi EV yang terjual paling banyak di antara pendatang baru di sektor ini pada periode Januari dan Februari. Di sisi lain, Apple Inc dari Amerika Serikat (AS) justru membatalkan proyek kendaraan listrik pada Maret setelah mengeluarkan dana miliaran dolar selama sepuluh tahun.
Analis UBS memperkirakan pada 2030 pangsa pasar global Chila akan mencapai dua kali, hingga 33 persen. Sementara produsen mobil Barat kehilangan pangsanya dari 80 persen menjadi 58 persen. Para analis ini juga memperkirakan pada 2023 BYD memiliki ongkos produksi 25 persen lebih rendah dari merek-merek mobil Amerika Utara dan Eropa.
2. Apa saja keuntungan China?
Dominasi China diawali di sektor batere, bagian paling mahal dari mobil listrik. Lebih dari 80 persen sel baterai EV dipasok oleh produsen China yang didukung dengan rantai pasok yang membuat China akan menguasai penambangan dan pemrosesan mineral selerti lithium, kobalt, mangan dan logam tanah jarang.
Biaya baterai di China turun menjadi 126 dolar AS/kwh sementara harga di AS 11 persen lebih tinggi dan di Eropa 20 persen lebih tinggi. Di saat bersamaan, produsen China mulai memperkenalkan generasi baru batere yang terbuat dari sodium yang lebih banyak cadangannya dibanding lithium yang kini digunakan di batere EV, dan lebih aman dari kebakaran.
3. Apa dampak terhadap produsen mobil lain?
Pada 2023, persaingan ketat di pasar mobil domestik China dan perlambatan ekonomi negara itu memicu perluasan pasar ke negara lain. Negara ini mengekspor 1,55 juta kendaraan listrik pada 2023, naik 64 persen dari tahun sebelumnya. EV buatan China ini mayoritas di lempar ke negara Asia dan Eropa yang memiliki kebijakan subsidi bagi konsumen untuk membeli kendaraan listrik buatan dalam negeri atau impor.
Di Eropa, pangsa pasar EV China, dipimpin oleh BYD dan Nio Inc, naik 5,6 persen pad 2023 dari 1,1 persen pada 2020. September 2023, Uni Eropa melakaukan penyelidikan terhadap subsidi pemerintah China untuk produsen EV.
AS juga menawarkan subsidi, namun insenfit pajak yang diperluas dalam Undang-undang Pengurangan Inflasi (IRA) yang dibuat Presiden Joe Biden ini terbatas pada mobil yang diproduksi di Amerika Utara dengan mayoritas kandungan komponen buatan dalam negeri. AS juga menerapkan tarif sebesar 25% pada kendaraan asal China, sementara Eropa hanya mengenakan 10 persen.
4. Bagaimana permintaan EV?
Penjualan EV secara global masih naik, namun pertumbuhannya melambat. Bloomberg NEF menyebut penjualan seluruh kendaraan listrik dan plug-in hibrida yang masih bisa menggunakan bahan bakar minyak (BBM) berlipat ganda pada 2021 dan tumbun 62 persen pada 2022. Namun tahun lalu angka itu hanya 31 persen. BNEF memperkirakan penjualan tahunan akan melambat menjadi 21 persen pada tahun 2024 ini.
5. Kenapa penjualan EV melambat?
Perekonomian China masih mengalami kesulitan yang berarti tidak akan lagi menjadi sumber pertumbuhan seperti di masa lalu. Sebagian besar manufaktur China tidak mencapai target penjualan tahun 2023, dan penjualan pun akan melambat di tahun 2024.
Tetapi isu terbesar adalah permintaan di Eropa dan Amerika Serikat. Pada gelombang pertama EV, produsen bisa mengandalkan kaum penyuka kemajuan teknologi dan subsidi pemerintah untuk kendaraan perusahaan dalam meningkatkan volume. Tetapi di tahap berikutnya, mereka mulai menghadapi konsumen yang lebih peka dengan harga, kebanyakan dari mereka skeptis dengan teknologi kendaran listrik dan menolak membeli kendaraan yang secara rata-rata 30 persen dan 27 persen lebih mahal dari kendaraan berbahan bakar fosil di Eropa dan AS.
Subsidi dan keringanan pajak yang membantu penjualan mulai berkurang di Eropa dan insentif yang sekarang ada di AS dibatasi dengan halangan produksi lokal pun membatasi pilihan pembali. Selain itu, konsumen juga menjadi ragu karena peningkatan biaya meminjam dana karena bank sentral sejumlah negara masih berkutat mengatasi tingkat inflasi. Di lain sisi, sebagian konsumen masih khawatir dengan infrastruktur pengisian kembali batere dan daya jangkau batere.
6. Bagaimana reaksi produsen mobil?
Dalam satu tahun terakhir, produsen mobil berulangkali menurunkan harga untuk menarik hati konsumen. Kebanyakan dari mereka juga mengurangi jumlah produksi dan memiliki kebijakan untuk mempertahankan profit. Produsen-produsen EV ini jgua berlomba menjual model-model yang lebih murah. Eropa merilis jenis e-C3 buatan Stellantis, Renault 5 dan Volvo EX30.
Mereka juga berinvenstasi besar-besaran di sektor teknologi baterai untuk menghilangkan kekhawatiran konsumen. BYD dan Tesla memimpin dalam mempergunakan baterai litium-besi-posfat, yang memilkki kepadatan energi lebih rendah tapi berharga lebih murah. Batere jenis ini juga dipandang lebih aman dibandingkan alternatif utama – baterai nikel-kobalt-mangan.
Volkswage, Toyota, BYD dan perusahaan batere China Contemporari Amperex Technology sedang mengembangkan baterai padat yang berpotensi menjadi temuan teknologi canggih sehingga mobil listrik lebih efisien dan lebih murah.
7. Apa reaksi negara lain terkait ekspor EV China?
Di AS setelah UU Menahan Resesi (IRA) berlaku, diumumkan investasi di sektor manufaktur baterai sebesari 55,1 miliar dolar AS dan pabrik kendaraan listrik senilai 16,1 miliar dolar AS. Meski langkah itu pada akhirnya akan menghasilkan satu gelombang produksi, dampak jangka pendek masih terbatas, sebagian karena begitu banyak produsen otomotif yang meningkatkan kemampuan produksi mereka dengan bergantung pada teknologi China.
Pada 2023, hanya 14 model EV yang bisa mendapatkan subsidi IRA itu. Persyaratan jumlah kandungan komponen batere dan asal bahan mentah baterai akan meningkat pada 2024 dan hingga 2030. Hal ini menjadi masalah besar untuk produsen seperti General Motors (GM) dan Ford Motor Co, yang rugi miliaran dolar dari model-model mobil listrik mereka dan ditolak konsumen karena harganya yang mahal.
Dampak ini sangat parah karena saat ini mereka sangat bergantung pada tekologi, bahan mentah dan komponen asal China akibat kesulitan membangun rantai pasok sendiri dan mengurangi ongkos produksi.
Jerman, Peancis, dan Spanyol menanggapi aturan UU di Amerika Itu dengan mengumumkan serangkaian keringan pajak dan paket bantuan untuk investasi mobil listrik.
Produsen mobil Eropa seperti Volkswagen (VW), Stellantis, dan Renault SA melengkapi pabrik mereka untuk bisa bertransisi menjadi produsen mobil lsitrik. Mereka berencana meluncurkan puluhan model bertenaga baterai baru dalam beberapa tahun mendatang. Mereka juga mendirikan pabrik baterai— baik sendirian atau bemitra dengan pihak lain— dalam upaya beralih ke mobil listrik.
Beberapa eksekutif sektor ini mengemukakan ide kemitraan luas— seperti Airbus untuk EV— sebagai satu-satunya cara untuk mencapai skala yang bisa melawan produsen mobil China.
Korea Selatan yang memiliki tiga perusahaan pesaing terbesar China di sektor batere—
Samsung SDI Co, LG Energy Soluttion Ltd, dan Sk On Co— dipandang sebagai solusi. Statusnya sebagai mitra perdagangan bebas dengan AS membuatnya menjadi daya tarik bagi pembuat mobil negara barat yang menjelajahi bumi mencari pasok untuk unsur kimia batere seperti nikel sulfat, kobalt sultaf, dan litium hidroksida.
Negara ini tak memiliki cadangan sumberdaya yang penting bagi baterai. Tapi investasi besar membantu Korea Selatan menjadi salah satu pusat pemrosesan terbesar dunia.
Sejak IRA diberlakukan, perusahaan-perusahaan Korea Selatan— sebagian berupa perusahaan patungan dengan produsen mobil AS— mengumumkan rencana membangun sejumlah pabrik baru untuk membuat unsur kimia, katode dan batere di negara itu dan di AS senilai 48 miliar dolar AS.
Tetapi pembuat batere Korea Selatan secara historis bergantung pada bahan mentah asal China. Pada 20223, negara itu memperluas program subsidi karena penjualan EV melemah akibat perlambatan ekonomi. (*)