DETIK— Tahun 2024 Indonesia akan mengadakan pemilihan presiden (Pilpres). Kegiatan lima tahunan itu berpeluang memberi dampak terhadap kondisi politik dan ekonomi nasional. Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Yohannes Nangoi, menilai tahun politik tak terlalu berpengaruh ke penjualan mobil secara nasional. Menurutnya, Indonesia sudah lama menjalankan pesta demokrasi untuk memilih pemimpin negeri, sehingga hal itu sudah menjadi hal biasa.
“Indonesia bukan baru pertama kali ada Pilpres. Dan saya lihat tahun depan, kalaupun ada pemilu, tahun politik yang cukup berat. Tapi harusnya dari sisi politik dan juga keamanan, dan segala macam, itu menjadi proses yang biasa. Jadi kami akan meng-adjust sedikit waktunya, disesuaikan dengan tahun politik tersebut. Tapi kami sangat confidence, tak ada masalah,” kata ditemui di arena pameran mobil Japan Mobility Show (JMS) 2023, di Tokyo (Jepang), Rabu 25 Oktober 2023.
Nangoi justru mengkhawatirkan potensi melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yang saat ini sudah mendekati angka Rp 16 ribu per satu dolar Amerika Serikat (AS). “Ini berbahaya, karena bahan baku (pembuatan mobil) semuanya masih pakai dolar. Jadi kalau interest naik, dolarnya menguat, rupiah melemah, itu nanti akan berpengaruh terhadap cost (produksi) kendaraan itu sendiri. Kemudian bakal mempengaruhi juga yang namanya harga jual mobil, dan interest-nya itu akan lebih berbahaya. Jadi itu agak sedikit bikin khawatir,” kata Nangoi.
Sejauh ini nilai tukar dolar AS terhadap rupiah masih ada di kisaran Rp 15.920 per satu dolar AS. Tapi untuk saat ini hal itu belum terlalu berdampak ke industri otomotif roda empat. “Mobil itu kan bukan kita bikin hari ini, terus besok kita jual. Kita sudah punya stok (komponen) cukup lama, bahan baku, besinya, dan segala macam,” kata Nangoi.
Meski begitu, jika nilai tukar dolar AS terhadap rupiah terus menguat, maka itu akan dikhawatirkan bisa berdampak ke sektor otomotif. “Kalau (nilai tukar dolar AS) menguat terus, maka dalam jangka panjang kami harus melakukan adjusment (penyesuaian harga mobil baru). Tapi kembali lagi, masalah adjusment harga itu adalah kebijakan masing-masing APM (agen pemegang merek),” kata Nangoi. (*)