Berita Economy & Industry Transportasi

BPJT: Kenaikan Tarif Tol Kami Sesuaikan dengan Daya Beli

JAKARTA— Ongkos sejumlah ruas jalan tol naik pada tahun ini. Sampai akhir 2019 setidaknya ada 25 ruas yang tarifnya naik. Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Danang Parikesit mengatakan kenaikan tarif tol adalah hak BUJT, sebagai bagian dari mekanisme pengembalian investasi jalan tol yang sudah disepakati dalam perjanjian pengusahaan.

“Di pipe line banyak, tak hanya tiga, itu sampai akhir (tahun) ada yang cukup jelas angka 17, 21 karena ada beberapa yang dalam satu periode bersama-sama penyesuaian. Jadi sekali jalan bisa berapa ruas,” kata Danang seperti dikutip Detik beberapa saat lalu.

Dia menjelaskan, jalan tol dalam undang-undang (UU) dijamin terkait adanya penyesuaian tarif yang dihitung berdasarkan inflasi. Inflasi yang dipakai adalah yang sesuai daerah operasional tol terkait. “Kami menyesuaikan dengan daya beli masyarakat. Apalagi selama tiga tahun terakhir daya beli masyarakat yang direfleksikan dari pertumbuhan ekonomi jauh lebih tinggi dari nilai inflasi,” ungkapnya.

Kenaikan tarif tol juga tak bakal signifikan. Mengingat inflasi di Indonesia stabil tiga sampai empat persen, lebih kecil dari pertumbuhan ekonomi. Ia yakin kenaikan tak bakal memengaruhi daya beli masyarakat. “Jadi kalau kenaikan perekonomian kita 10 persen dalam 2duatahun ini, kenaikan tarif mungkin sekitar 6,5 persen,” katanya.

BUJT bukan tanpa syarat mengajukan penyesuaian tarif. Kementerian PUPR bersama stakeholder terkait akan melakukan evaluasi terhadap ruas tol bersangkutan untuk memastikan pelayanan yang sesuai standar. “Kami periksa dulu karena ada beberapa yang mengajukan dan tak memenuhi standar pelayanan minimal (SPM), jadi kami minta perbaiki dulu sampai dia memenuhi,” katanya.   

Mahkamah Konstitusi: Jalan Tol yang BEP Tarifnya tak Boleh Naik

Namun Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan pertimbangan bagi jalan tol yang sudah balik modal (break event point, BEP) tak boleh naik. Pertimbangan MK itu tertuang dalam putusan Nomor 15/PUU-XVI/2018. Putusan itu diketok atas gugatan Prof Taufik Makarao dan Abdul Rahman Sabara yang menggugat Pasal 50 ayat 6 UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan. Pasal itu berbunyi:

Konsesi pengusahaan jalan tol diberikan dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar bagi usaha jalan tol. 

Menurut Prof Taufik dan Rahman, jalan tol yang pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain semestinya memiliki jangka waktu konsesi yang pasti, sehingga keseluruhan pembiayaan pembangunan, operasional, dan pemeliharaan/perawatan jalan tol dapat dihitung tingkat BEP. 

Dalam putusannya, MK menilai waktu konsesi tidak bisa dituangkan pasti dalam UU karena sangat tergantung dengan fakta di lapangan. “Norma a quo akan lebih bisa disesuaikan dengan kebutuhan pemenuhan kebutuhan infrastruktur jalan dan juga kepentingan untuk mendorong pihak swasta terlibat membantu kelancaran program pemerintah memenuhi kebutuhan infrastruktur alternatif masyarakat,” bunyi putusan MK yang dikutip detikcom.

Menurut MK, sifat umum norma Pasal 50 ayat (6) UU Jalan memberi ruang kebijakan lebih luas bagi pemerintah dalam menentukan tarif tol yang terjangkau dengan tetap mempertimbangkan biaya pengembalian investasi, pemeliharaan dan pengembangan jalan tol. Dengan demikian, norma tersebut dapat bertahan lama dan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan risiko pengusahaan jalan tol tanpa harus terjadi apa yang disebut sebagai keterdesakan hukum dan keadilan (summum ius summa iniuria) akibat sempitnya rumusan norma.

“Jangka waktu konkret pembatasan diserahkan oleh Pasal 50 ayat (6) UU Jalan kepada penjanjian yang dibuat ketika pemerintah menyerahkan pengusahaan jalan tol kepada suatu badan usaha. Dalam konteks itu, kepastian hukum jangka waktu konsesi ditempatkan dalam hubungannya dengan berbagai kondisi dan perkembangan pengusahaan jalan tol yang diperjanjikan,” papar MK.

MK menimbang dengan fleksibilitas pengaturan yang terdapat dalam Pasal 56 ayat (6) UU Jalan mestinya Pemerintah, termasuk dalam hal ini BPJT, tak memperpanjang konsesi terutama jalan tol yang telah mencapai BEP. Andai pun dilakukan perpanjangan, hal demikian hanya dapat diberikan kepada badan usaha yang berada di lingkungan BUMN dengan alasan untuk pengembangan dan pembangunan jalan tol di tempat lain. “Namun selama masa perpanjangan tidak diperbolehkan lagi adanya kenaikan tarif tol,” tegas MK. 

Putusan ini dibuat dalam rapat permusyarawaran hakim oleh tujuh Hakim Konstitusi yaitu Aswanto, selaku Ketua merangkap Anggota, Saldi Isra, Enny Nurbaningsih, I Dewa Gede Palguna, Manahan MP Sitompul, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams. Vonis itu diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum pada 22 November 2018. (*)