Bahan Bakar & Emisi

Didukung Dana Kelapa Sawit, Pertamina Memproduksi Biodiesel 15%

SAM_0942

Pertamina (Persero) menyatakan telah sanggup melaksanakan program pencampuran bahan bakar nabati (BBN) jenis biodiesel ke dalam bahan bakar binyak (BBM). Hasilnya berupa solar 15% (B15). Itu diungkapkan Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang kepada media massa dalam kunjungan ke Terminal BBM Pertamina di Dawuan Barat, Cikampek (Jawa Barat), Selasa 8 September 2015.

Dalam melaksanakan pencampuran BBN menjadi B15 tersebut, Pertamina mendapat dukungan Dana Perkebunan Sawit yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Produksi B15 tersebut menurut Bambang mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2015. Harusnya mandatori B15 ini berlaku mulai April 2015.

Hambatan pada saat itu muncul skema insentif untuk menggantikan ketiadaan alokasi subsidi khusus BBN pada APBN 2015. Program B15 terwujud dengan terbentuknya dana perkebunan kelapa sawit untuk mendorong pemanfaatan biodiesel di dalam negeri.

“Kementerian ESDM akan memastikan bahwa penggunaan dana perkebunan sawit untuk biodiesel tersebut berjalan dengan baik melalui verifikasi volume biodiesel yang disalurkan. Sejak direalisasikan pada pertengahan Agustus hingga akhir Desember 2015 diperkirakan akan menyerap produksi biodiesel sebanyak 1,7 juta KL, dan sebesar 0,77 juta KL akan diserap untuk dicampur dengan minyak solar jenis BBM tertentu (PSO),” kata Bambang.

Mulai 26 Agustus 2015, penyaluran biodiesel dari badan usaha BBN mulai berjalan. Sampai dengan saat ini, Pertamina telah menerbitkan PO (purchase order) 122 ribu KL biodiesel. Jumlah ini baru mengacu kepada adendum kontrak eksisting. Itu belum termasuk wilayah penyaluran Jakarta dan Surabaya yang memiliki porsi kebutuhan volume paling besar.

Pemberian selisih harga biodiesel dimaksudkan untuk mensukseskan program Pemerintah terkait dengan diversjfikasi energi melalui pemanfaatan energi terbarukan. Selain itu, juga sebagai penciptaan dan peningkatan pasar untuk produk CPO.

“Sektor PSO sudah mulai berjalan. Pertamina berharap non-PSO juga dapat segera berjalan. Sekitar 10 hari sejak implementasi mandatori biodiesel ini berjalan, tren harga CPO domestik menunjukkan respon positif dan kami harapkan hal ini terus berlanjut,” kata Bambang.

Pertamina berharap, implementasi mandatori biodiesel melalui dukungan dana perkebunan sawit juga menjadi kampanye positif kepada dunia internasional mengenai komitmen Pemerintah lndonesia untuk terus mendorong hilirisasi dan sustainibilty industri sawit nasional.

Mulai 2016 Pertamina akan meningkatkan mandatori biodiesel menjadi 20% (B20). Menurut Bambang, itu dapat memberikan nilai manfaat yang lebih besar seiring dengan meningkatnya volume biodiesel yang disalurkan, yang diperkirakan mencapai 6,48 juta KL atau setara dengan 5,75 juta MT minyak kelapa sawit.

Nilai tersebut akan memberikan penghematan devisa sekitar USD 2,71 miliar atau setara dengan Rp 36,65 triliun. Selain itu juga akan dapat memberikan peningkatan harga CPO dunia sebesar USD 391 /MT dan menyerap tenaga kerja lebih dari enam ribu orang.

Menurut Bambang, Kementerian ESDM akan terus melanjutkan program mandatori biodiesel karena merupakan salah satu program yang dapat memberikan dampak untuk penguatan ketahanan dan kedaulatan energi nasional sekaligus mendorong peningkatan nilai tambah perekonomian nasional.