Berita

GAIKINDO Berhati-hati Sikapi Kebijakan DP 0 Persen

MAKASSAR— Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia ( GAIKINDO) menyikapi dengan hari-hati tentang rencana pemerintah menerbitkan aturan revisi Otoritas Jasa Keuangan, POJK No. 29/ POJK.05/ 2014 mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. Salah satunya mengenai penerapan uang muka (down payment, DP) nol persen untuk pembelian kendaraan bermotor.

Ketua Umum GAIKINDO Yohannes Nangoi mengatakan, sampai pada saat ini belum ada persyaratan jelas terkait perusahaan pembiayaan mana saja yang boleh memanfaatkan kebijakan ini ( DP 0 persen). Penelusuran masih dilakukan oleh GAIKINDO terkait rencana penerbitan regulasi baru ini.

“Sampai sekarang, saya belum tahu. Kalau itu hanya salah satu syaratnya saja (yang menyebutkan nilai non-performing finance (NPF) maksimal satu persen), masih ada yang lain, sekarang masih kita coba telusuri,” kata Nangoi seperti dikutp Kompas.com di Makassar, Selasa 21 Agustus 2018.

Ia melanjutkan, dengan DP 0 persen, para pebisnis otomotif wajib lebih hati-hati dalam mengeluarkan kebijakan kredit ke konsumen. Penyaringan wajib dilakukan lebih ketat, sehingga bisa meminimalkan risiko gagal kredit.

“Pasti bakal merangsang industri, tetapi harus hati-hati, terutama di segmen kendaraan komersial. Mereka ini, kredit di sini, dipakai di mana. Masing-masing perusahaan harus punya benteng sendiri untuk menjaga arus kredit tetap lancar,” katanya.

Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bakal menelurkan aturan soal uang muka 0 persen, buat pembelian kendaraan bermotor. Regulasi tersebut akan tercantum dalam revisi POJK No. 29/ POJK.05/ 2014 mengenai penyelenggaraan usaha perusahaan pembiayaan. Tentu saja ada syarat yang dipenuhi, di mana perusahaan pembiayaan punya tingkat kedit macet atau non-performing loan di bawah satu persen.

Sikap agar hati-hati juga disampaikan oleh Ketua I GAIKINDO Jongkie D Sugiarto. “DP murah itu tidak selalu positif, perusahaan pembiayaan (leasing/bank) juga harus berhati-hati, karena jika kreditnya macet maka sisa hutangnya masih besar. Sedangkan nilai kendaran bermotornya belum tentu bisa menutup sisa hutangnya, jadi risikonya besar,” kata Jogkie. “Jika banyak kredit yang bermasalah maka akan banyak mobil bekas yang bisa mengganggu pasar mobil baru,” lanjutnya.

Ketentuan uang muka memang diserahkan lagi kepada perusahaan pembiayaan, di mana jika calon nasabahnya bisa dipercaya terkait masalah keuangan, DP bisa makin kecil. “Biasanya DP ini ditentukan oleh perusahaan pembiayaan (leasing) atau bank. Jika calon nasabahnya bonafide, biasa nya DP bisa lebih kecil,” kata Jongkie.

Mengutak-atik soal penetapan besaran DP pembelian kendaraan bermotor, tak hanya dilakukan baru ini. Sebelumnya pada 2015 lalu, Bank Indonesia sempat memberikan kelonggaran. Kala itu mengacu pada Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 17/10/PBI/2015 mengenai rasio loan to value (LTV) atau rasio financing to value, untuk kredit atau pembiayaan properti dan uang muka kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor. Aturan BI tersebut sedikit memberikan napas soal ketetapan DP, dari sebelumnya yang diatur pada Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013.  Namun kali ini kelonggaran yang diberikan cukup menggiurkan sampai 0 persen.

Sebelumnya, Stanley Setia Atmadja, Direktur Utama MUF berpendapat serupa dengan GAIKINDO. “Bagi perusahaan multi finance tergantung dari kemampuan apakah operasionalnya bisa menangani uang muka rendah atau tidak,” kata Stanley.

Stanley menambahkan, jika sudah diterapkan maka sudah pasti akan lebih banyak tantangannya. Sebab, dengan uang muka nol persen berarti kemampuan underwriting dan collection team harus lebih disiapkan lagi. “Karena pastinya akan lebih banyak aplikasi yang masuk, tanpa harus membayar uang muka,” katanya. (*)