Berita Economy & Industry

GAIKINDO: Soal Peraturan Pembatasan Usia Mobil, Tunggu Kajian Pemerintah 

JAWAPOS— Pembatasan usia mobil berpotensi dilakukan di Jakarta. Sejatinya ini merupakan wacana lama. Kini mengemuka kembali karena Undang-undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) yang baru-baru ini ditndatangani Presiden Joko Widodo. Presiden sudah mengesahkan UU DKJ sejak 25 April 2024 lalu. 

Dalam UU DKJ, salah satu yang diatur dalam UU tersebut yakni usia kendaraan dan batas kepemilikan mobil. Aturan tersebut secara spesifik tercantum dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2024 yang mengatur masalah transportasi. Pada bagian kelima tentang Kewenangan Khusus di Bidang Perhubungan, pada pasal 24 ayat (2) huruf g diatur soal transportasi pribadi.

Dalam aturan tertulis kewenangan khusus dalam subbidang lalu lintas dan angkutan jalan meliputi pembatasan usia kendaraan dan jumlah kepemilikan kendaraan bermotor perorangan. Dengan adanya aturan ini, Pemerintah Provinsi atau Pemprov DKI Jakarta sudah memiliki payung hukum untuk mengurangi kemacetan dengan membatasi usia kendaraan atau kepemilikannya. Peraturan tersebut diharapkan bisa mengurangi kemacetan di Jakarta.

Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) menanggapi santai rencana yang sejauh ini masih belum jelas eksekusinya akan seperti apa itu. Sekretaris Umum Gaikindo Kukuh Kumara mengatakan pihaknya perlu melihat dulu simulasi yang dilakukan oleh pemerintah. “Harus dilihat secara keseluruhan. Bukan hanya dari kacamata industri saja, tapi secara ekonomi bagaimana,” kata Kukuh di Jakarta, Senin 6 Mei 2024.

GAIKINDO bersikap menunggu terkait kajian menyeluruh yang dilakukan pemerintah. Sudah dilakukan atau belum. Kalau sudah, seperti apa hasilnya. “Jadi kita perlu melihat lebih detail lagi terkait rencana aturan tersebut. Kita menunggu kajian menyeluruhnya,”  kata Kukuh.

Kukuh juga menilai kalau ada banyak hal yang membuat aturan tersebut terasa sulit untuk direalisasikan. Menurutnya, Indonesia juga tak bisa serta merta membandingkan dengan negara lain yang sudah menjalankan aturan yang sama, misalnya di Singapura.

“Kalau kita bilang, negara lain saja bisa, misalnya di Singapura, sudah menerapkan aturan pembatasan usia kendaraan, mesti dilihat, GDP (gross domestic product)-nya di sana berapa? Di sini kan nggak sama seperti Singapura. Kemudian ukuran negaranya beda, jumlah penduduknya beda. Tak sama. Jangan kita berkaca oh dia bisa, kenapa kita tak bisa, kondisinya berbeda. Banyak perbedaannya,” kata ukuh. (*)