SEOUL – Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto akan menadatangani kerangka kerja teknis antara Kementerian Perindustrian dengan National Research Center (NRC) Korea Selatan (Korsel) pada Rabu 26 Juni 2019. Kerangka kerja teknis itu untuk membentuk Working Level Joint Committee (Sub-Komite Bersama) dalam rangka implementasi aktivitas kerjasama terkait dengan Industri 4.0. Sebelum penandatanganan itu, Kemenperin dan NRC telah mengadakan pertemuan, Selasa 25 Juni 2019.
Kerjasama ini akan memfasilitasi penempatan tenaga ahli teknis di Kemenperin, termasuk menyelenggarakan possible deliverables implementasi Industri 4.0 di lima sektor industri (otomotif, makanan dan minuman, tekstil dan produk tekstil, kimia, dan elektronik). Kemenperin saat ini memiliki total 10 kesepakatan kerja sama internasional dengan berbagai mitra di Korsel, dengan enam di antaranya merupakan kerja sama antara unit di lingkungan Kemenperin dengan lembaga pemerintah di Korsel.
Secara umum, tingkat implementasi kerja sama Kemenperin dengan mitra di Korsel sangat baik, yaitu 9 dari 10 kesepakatan telah terlaksana. Satu-satunya perjanjian internasional yang masih belum terlaksana berupa nota kesepahaman (MoU) antara Ministry of Industry and Ministry of Trade, Industry and Energy, Republic Korea on Industrial Cooperation yang ditandatangani bertepatan dengan penyelenggaraan kunjungan kenegaraan Presiden Korsel H E Moon Jae In ke Indonesia.
Selain dengan NRC, Airlangga dan rombongan juga dijadwalkan bertemu dengan Menteri Perdagangan, Industri, dan Energi Republik Korea serta dengan sejumlah perusahaan Negeri ingseng yang memiliki investasi di Indonesia seperti Posco, Hyundai Motor, dan Lotte Chemical Corp. Lotte Chemical lewat PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) diketahui tengah membangun komplek industri petrokimia senilai 3,5 miliar dolar AS (sekitar Rp 53 triliun) di Cilegon (Banten).
Pembangunan pabrik naphta cracker yang dilakukan oleh LCI merupakan prioritas pemerintah karena diharapkan akan mengurangi ketergantungan terhadap impor produk petrokimia, selain dapat memperbaiki neraca perdagangan karena produksi LCI juga berorientasi ekspor. Groundbreaking pembangunan kompleks petrokimia LCI pada 7 Desember 2018.
Kompleks petrokimia yang dijadwalkan rampung pada 2023 ini diklaim bisa mengurangi defisit neraca perdagangan, juga dapat menghemat devisa, dengan potensi pendapatan mencapai 2,5 miliar dolar AS. Rencananya, pabrik dengan luas area 100 hektare ini memiliki total kapasitas produksi naphta cracker sebesar 2 juta ton per tahun. Bahan baku itu selanjutnya diolah untuk menghasilkan 1 juta ton etilen, 520 ribu ton propilen, 400.000 ton polipropilen dan produk turunan lainnya yang juga bernilai tambah tinggi.
Produksi tersebut untuk memenuhi permintaan domestik maupun global. Dalam proyek pembangunan infrastukturnya, diproyeksi menyerap tenaga kerja langsung hingga 1.500 orang dan dengan tenaga kerja tak langsung bisa mencapai 4.000 orang pada periode 2019-2023.
Airlangga mengatakan Indonesia berpotensi menjadi pusat pertumbuhan industri petrokimia dan akan bisa lebih kompetitif di tingkat Asean dengan semakin meningkatnya investasi dan ekspansi dari sejumlah produsen di dalam negeri. “Ini menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan investasi seiring upaya pemerintah yang terus menciptakan iklim usaha kondusif,” katanya seperti dikutip Bisnis.
Menperin juga dijadwalkan akan bertemu dengan perusahaan otomotif asal Korsel Hyundai Motor yang rencananya akan berinvestasi di Indonesia, yang disebut-sebut terkait dengan mobil listrik. “Investasi Korea Selatan di Indonesa penting untuk mendukung kinerja Indonesia. Kami berharap hubungan produktif antara Indonesia dan Korsel dapat berlangsung hingga tahun-tahun mendatang,” kata Airlangga.
Selain itu, Airlangga juga akan menerima menerima gelar Honorary Doctor of Philosophy di bidang kebijakan pembangunan dari KDI School of Public Policy. Gelar tersebut diterima Menperin atas kiprahnya mendorong pertumbuhan sektor industri di Indonesia serta meningkatkan hubungan baik antara Indonesia dengan Korea Selatan. (*)