Berita Teknologi

Kompetensi Lulusan SMK Bidang Otomotif Turun selama Pandemi

JAKARTA— Pembelajaran daring dan terbatasnya akses untuk praktikum selama pandemi Covid-19 berimbas pada kompetensi lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) di bidang otomotif. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Persatuan Bengkel Otomotif Indonesia (PBOIN) Hermas E Prabowo. Ia mengatakan model pembelajaran jarak jauh (online) di masa pandemi Covid-19 menurunkan kualitas, kompetensi dan daya juang tenaga trampil lulusan SMK bidang otomotif. 

“Kondisi ini tercipta akibat kurangnya pelajaran praktik dan rendahnya pemahaman terkait sistem kerja mesin otomotif, baik mobil maupun sepeda motor,” katanya dalam keterangan tertulis yang dikutip Kompas.com, beberapa waktu lalu. 

Menurutnya, perlu ada solusi konkret dari Pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk mengatasi kondisi tersebut. Bila tidak, dikhawatirkan lulusan SMK bidang otomotif khususnya 2021 dan nanti 2022 akan banyak menganggur karena dunia kerja enggan menyerapnya. 

Berdasarkan informasi dari bengkel anggota Persatuan Bengkel Otomotif Indonesia (PBOIN) dari berbagai daerah di Indonesia, secara kompetensi lulusan SMK bidang otomotif sebelum pandemi Covid-19 umumnya lebih baik dibanding era pandemi. Begitu juga dengan daya juangnya. Bila hanya soal kompetensi, masih bisa diberi pelatihan khusus oleh masing-masing bengkel, sambil mereka bekerja. 

“Persoalannya daya juangnya juga kurang dan mudah menyerah. Bisa jadi karena jarang praktik, jarang ketemu masalah teknik di lapangan yang berat, rumit dan butuh ketekunan, juga lebih banyak berinteraksi dengan gadget,” kata dia. 

Ia mencontohkan, bila sebelumnya bengkel hanya mengajari dua hingga tiga bulan, lalu lulusan bisa dilepas bekerja sendiri, sekarang kondisinya berbeda. “Terkadang harus mengajari layaknya anak non-sekolah kejuruan yang belum punya dasar-dasar teknik,”  katanya.

Bahkan dalam beberapa kasus kurang terampilnya mendasar. Misalnya masih ada yang kesulitan membedakan jenis dan ukuran kunci, kekencangan baut, rendahnya tingkat ketelitian dan kurangnya pemahaman teknik. “Cara pegang kunci dan peralatan mekanik saja kurang luwes. Belum lagi hasrat untuk maju juga lemah, sehingga daya juang kurang,” katanya. 

PBOIN berharap Pemerintah membuat program pembelajaran tambahan atau alternatif, yang bisa mengejar rendahnya kompetensi dan daya juang lulusan SMK bidang otomotif tahun 2021 dan setelahnya tahun 2022 yang banyak menjalankan model pembelajaran daring. “Yang dikhawatirkan nanti muncul stigma di pasar tenaga kerja untuk tidak menggunakan lulusan tersebut, karena itu perlu solusi nyata dari Pemerintah untuk menolong mereka. PBOIN siap memberikan saran dan masukan,” kata Hermas. 

PBOIN mencermati, 10 tahun belakangan ini ada semacam perubahan mendasar pola perekrutan tenaga terampil untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja bengkel otomotif UMKM di Indonesia. Sebelumnya, banyak dijumpai bengkel UMKM yang mempekerjakan mekanik dengan sistem “ngenger” (magang), yakni bekerja tak dengan pendapatan tetap karena bergantung ramai sepinya bengkel. Dulu sistem ini cukup diminati lulusan SMK otomotif karena mereka ingin dapat ilmu dan pengetahuan teknik otomotif supaya nanti bisa mandiri. 

“Kondisi sekarang berbeda. Dulu bengkel UMKM sering menjadi inkubator mekanik yang andal,” katanya. Kini, mempekerjakan mekanik dengan sistem “ngenger” dinilainya sulit diterapkan pada bengkel UMKM. Selain lulusan SMK kurang berminat karena mereka punya kebutuhan tetap, teknologi mobil dan motor sekarang makin rumit, butuh tenaga trampil yang lebih siap untuk memperkecil risiko kegagalan penanganan. 

Padahal, menurutnya pihak bengkel UMKM sendiri sebenarnya tidak masalah bila memang mereka punya kompetensi yang baik dan bisa bekerja. Saat ini ada 400 ribu bengkel otomotif di Indonesia, 95 persen UMKM dan mempekerjakan lebih dari dua juta orang secara langsung dan menghidupi 5 juta penduduk Indonesia. (*)