Berita Economy & Industry

Konsumen Kena PHP Pajak Nol Persen, Ribuan Mobil Terhahan tak Terjual

JAKARTA— Penjualan mobil pada September 2020 ada jarak selisih penjualan yang cukup jauh 5.192 unit antara wholesales (pengiriman mobil dari pabrik ke dealer) dan retail sales (penjualan mobil dari dealer ke konsumen). Selisih tersebut terjadi karena konsumen masih menahan pembelian padahal sudah memesan kendaraan, sehingga ada ribuan unit mobil tak laku gara-gara ‘harapan palsu’ pajak nol persen mobil baru.

Wacana relaksasi pajak mobil nol persen sampai saat ini belum juga tewujud. Jika terus ditunda, maka Indonesia berpotensi kehilangan momentum untuk membangkitkan industri otomotif Tanah Air di tengah pandemi. Sekretaris Jenderal Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) Kukuh Kumara, menjelaskan bahwa saat ini mulai ada tren penundaan pembelian mobil karena adanya wacana itu. Meskipun bila melihat data di atas kertas penjualan mobil wholesales mengalami kenaikan 30 persen secara bulanan dan rekor tertinggi selama tujuh bulan pandemi.

“Sebetulnya daya belinya masih ada. Namun karena ada pembatasan sebelumnya yaitu ada PSBB dan sebagainya ini juga berdampak. Kemudian muncul juga wacana mengenai relaksasi pajak yang belum dikeluarkan kebijakannya ini juga membuat calon konsumen juga menahan diri,” katanya seperti dikutip CNBC Indonesia, Kamis 15 Oktober 2020.

Dia mengatakan bahwa kinerja penjualan di dealer mulai mengalami penurunan karena banyaknya calon konsumen yang menunggu. Kendati begitu, dia bersyukur penjualan mobil di September 2020 naik dibanding Agustus 2020. “Namun ini masih sangat jauh di bawah kondisi normal sebelumnya yang dimana tiap bulannya itu bisa dilakukan kurang lebih antara 90 tibu sampai 100 ribu unit per bulan,” katanya.

Relaksasi pajak tak bisa ditunda lagi. Lagi-lagi, dengan adanya wacana tersebut, masyarakat sudah menunggu, dan berharap pajak nol persen segera direalisasikan. “Katakanlah satu pekan, dua pekan, tiga pekan kemudian kebijakannya keluar kan mereka mendapatkan diskon yang cukup baik kalau itu dimunculkan. Namun kalau ini kebijakan tak segera keluar bisa berkepanjangan,” katanya.

“Sehingga akan makin sulit kami untuk mencapai apa yang diharapkan. Padahal trend-nya sudah ada trend untuk membaik mengenai pembelian atau penjualan kendaraan bermotor,” katanya.

Kukuh menambahkan, jika pajak nol persen berat untuk diberlakukan, setidaknya segera ada relaksasi pajak dalam bentuk lain. Dampak relaksasi pajak ini, bisa mengerek penjualan dan penyelamatan industri otomotif secara keseluruhan. “Kalau itu dilakukan, harapannya adalah bukan sekadar penjualan ya tapi yang kita harapkan adalah kita menyelamatkan ekosistem industri kendaraan bermotor di Indonesia yang sampai saat ini pun utilisasi kapasitas yang ada itu belum optimal,” katanya.

Ia juga mengungkapkan pentingnya segera realisasi insentif pajak nol persen. Kebijakan tersebut bisa berdampak pada munculnya sejuta lapangan kerja baru. Ini tiak lepas dari belum maksimalnya utilitas industri otomotif di tanah air. Sejauh ini, pabrik-pabrik mobil di Indonesia hanya mentok memproduksi sampai 1,3 juta unit per tahun. Padahal, kapasitas produksi terpasang sebenarnya ada sekitar 2,4 juta unit mobil per tahun.

“Industri roda empatnya sendiri itu adalah lokomotifnya. Tapi gerbongnya sangat panjang karena menyangkut pabrik-pabrik komponen dari tier 1 sampai tier 4 dan sebagainya,” katanya.

Belum lagi ada pula industri-industri pendukung lainnya yang tentunya diperlukan untuk mendukung kinerja atau ekosistem industri otomotif, mulai dari perbankan sampai asuransi. Dari semua rangkaian itu, Kukuh menyebut saat ini terdapat sekitar 1,5 juta orang yang bekerja di industri otomotif langsung ataupun tidak langsung.

“Nah kalau ada relaksasi pajak, kita harapkan dalam jangka waktu tertentu ya, tak selamanya kemudian ada relaksasi pajak, tapi jangka waktu tertentu untuk memulihkan atau untuk memacu atau katakanlah rileksasi dari sebagai katalisator atau mempercepat pemulihan industri otomotif kita. Supaya ini juga menjadi bagian dari pemulihan ekonomi nasional kita,” katanya.

Dengan begitu, di satu sisi pasar domestiknya kembali pulih. Di sisi lain juga ada indikasi ekspor bisa segera pulih karena menurutnya negara-negara tujuan ekspor juga sudah mulai bisa mengendalikan pandemi. “Nah ini juga ingin kita manfaatkan agar utilisasi industri kita tuh bisa meningkat. Karena kalau kita bisa tingkatkan dari yang biasanya di bawah 60 persen menjadi kemudian 80 sampai 90 persen, ini kan potensi untuk membuka lapangan kerja baru,” katanya.

“Dari yang 1,5 juta, kalau kita bisa optimalkan menjadi 100 persennya, Berarti ada tambahan kurang lebih 1 juta lapangan kerja yang bisa diciptakan dari ekosistem Industri kendaraan bermotor di Indonesia,” katanya.

Saat ini kontribusi industri otomotif terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) mencapai sekitar 3,8 persen. Dengan adanya relaksasi ini nantinya, dia juga memprediksi ada peningkatan kontribusi terhadap PDB. “Karena tahun lalu PDB-nya kalau tak salah itu kan sudah meningkat yang semula masih 3.000-an sekarang udah masuk 4.000. Dengan peningkatan itu maka diharapkan juga masyarakat juga makin punya kesempatan atau punya peluang untuk mendapatkan kendaraan bermotor,” katanya.

Mengenai pajak nol persen, pihak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum memberikan sinyal soal usulan pajak nol persen. Kemenkeu memang telah menerima dokumen usulan relaksasi pajak pembelian mobil baru sebesar nol persen dari Kementerian Perindustrian. Saat ini Kemenkeu pun tengah melakukan koordinasi secara internal terkait hal tersebut. (*)