JAKARTA— Jumlah korban meninggal akibat kecelakaan lalu-lintas di jalanan Indonesia mencapai dua hingga tiga orang per jam. Banyaknya korban jiwa berdampak besar terhadap kerugian ekonomi, yakni sekitar Rp478 triliun. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, kerugian ekonomi nasional akibat kecelakaan lalu-lintas diperkirakan mencapai 2,9 persen hingga 3,1 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
“Pada tahun 2020 setara dengan Rp 440 triliun sampai Rp 478 triliun dengan total PDB sebanyak Rp 15.434 triliun,” kata Budi dalam sebuah webinar, beberpa saat lalu seprti dikutip KATADATA.
Dibandingkan dengan Eropa dan Amerika yang grafik fatalitasnya menurun, Indonesia justru mengalami peningkatan. Data juga menunjukan 61 persen kecelakaan terjadi karena faktor manusia, 30 persen karena faktor sarana prasarana, dan 9 persen lainnya faktor pemenuhan persyaratan laik jalan.
Untuk menekan angka korban kecelakaan, Kementerian perhubungan akan terus melaksanakan sejumlah program dan kebijakan, terutama untuk mewujudkan lima pilar keselamatan. Lima pilar tersebut adalah manajemen keselamatan jalan, jalan yang berkeselamatan, kendaraan yang berkeselamatan, perilaku pengguna jalan yang berkeselamatan, dan penanganan pra dan pasca kecelakaan.
Jalan disebut berkeselamatan jika memenuhi tiga kriteria yaitu, regulating root atau jalan yang memenuhi standar geometrik jalan berdasarkan regulasi yang ada. Juga, self explaining root atau jalan yang bisa menjelaskan kondisinya yaitu jalan yang memiliki fasilitas perlengkapan jalan yang tepat dan cukup. Kemudian forgiving root atau jalan yang memaafkan, yaitu jika kecelakaan tidak dapat terhindarkan lagi maka jalan juga dilengkapi dengan fasilitas pengaman berupa pagar pengaman jalan, jalur penyelamat dan lain sebagainya.
Sejumlah kecelakaan lalu-lintas besar pernah terjadi di Indonesia dengan penyebab yang berbeda. Tabrakan maut di Tol Cipali pada September 2019 yang menewaskan delapan orang, misalnya, terjadi karena truk over dimension dan over loaded (ODOL). Kejadian pecah ban juga pernah menyebabkan tabrakan beruntun di Tol Ciplai pada Maret 2014. Rem blong pernah membuat kecelakaan hebat di Subang (Jawa Barat) pada Februari 2018.
Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, data Global Status Report on Road Safety yang dikeluarkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2018 terkait keselamatan jalan dan kecelakaan lalu-lintas menunjukan perbaikan. Secara nasional Indonesia menempati posisi lima terbaik di antara negara-negara Asia dengan nilai indeks fatalitas 2,47. Tren kecelakaan lalu lintas pada tahun 2019 dan 2020 menunjukan penurunan fatalitas. Penurunan tersebut disebabkan karena adanya pembatasan mobilitas selama masa pandemi. “Sehingga kita tidak boleh lengah dan berpuas diri dengan pencapaian tersebut,” katanya.
Meski demikian, Basuki juga menyoroti masih banyaknya kecelakaan lalu lintas yang terjadi akibat kelalaian pengemudi ketika berkendara. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh isu kecepatan yang terkadang melebihi standar. Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setijowarno mengatakan usia korban kecelakaan lalu-lintas pada periode 2016-2020 ada di rentang usia 15-24 tahun atau usia produktif, yakni sekitar 18-26 persen dari total korban. Angka kecelakaan lalu lintas berdasarkan usia terbanyak pada usia 20-24 tahun dan peringkat kedua pada usia 15-19 tahun.
Karena itulah, menurutnya, pemerintah harus fokus memperhatikan cara-cara menguranginya di kalangan kelompok usia poduktif ini. Pasalnya, usia produktif berperan besar dalam menggerakan ekonomi.
Lebih lanjut Basuki menyampaikan bahwa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, ditargetkan akan ada tambahan 2.500 kilometer jalan tol baru yang dapat beroperasi. Penambahan jalan tol akan dibarengi dengan program peningkatan kinerja pelayanan jalan nasional, di mana salah satu indeks kinerja programnya adalah semakin membaiknya rating keselamatan jalan. Tahun 2020-2024 menandai tahapan ke-empat dalam evolusi pengembangan jalan tol di Indonesia. Di periode pertama berlangsung pada 1978 sampai 2004, yang dikatakan sebagai periode inisiasi jalan tol dengan dibangunnya tol Jakarta–Bogor–Ciawi (Jagorawi).
Kemudian, periode ke-dua yakni tahun 2004 sampai 2014, merupakan periode konsolidasi regulasi dan kelembagaan. Selanjutnya, pada periode ketiga yakni 2014 sampai 2019, merupakan periode akselerasi yang ditandai dengan selesainya Tol Trans-Jawa dari Banten ke Probolinggo. “Terakhir, periode 2019-2024 nanti adalah periode transformasi, inovasi dan modernisasi (TIM),” kata dia.
Selain itu, pada 2030 pemerintah menargetkan kondisi jalan di Indonesia 99 persen dalam kondisi sangat baik dan terintegrasi antarmoda, dengan memanfaatkan sebanyak-banyaknya material lokal, serta menggunakan teknologi daur ulang. (*)