JAKARTA— PT Eurokars Motor Indonesia (EMI) yang menjadi agen pemegang merek (APM) Mazda di Indonesia mengaku saat ini hanya fokus pada penjualan mobil di segmen sport utility vehicle (SUV). Hal tersebut sejalan dengan peningkatan pasar SUV di Tanah Air.
Menurut Managing Director PT EMI Ricky Thio, secara global Mazda memang memfokuskan produk SUV. Menurutnya, saat ini hampir seluruh lini mobil Mazda di global itu berada di segmen SUV. “Itu sesuai arahan global untuk fokus di pasar SUV. Kami sudah tidak punya MPV, tapi kami juga masih punya hatchback dan sedan. Namun memang lebih banyak pada model SUV,” kata Ricky seperti dikutip Tempo di Jakarta, Selasa, 5 Oktober 2021.
Soal rencana menghadirkan produk SUV baru di Indonesia, Ricky mengatakan sudah memiliki produk baru yang akan segera diluncurkan. Namun mobil baru ini tidak akan dirilis pada 2021 ini, melainkan di tahun depan. “Di 2022 kami akan hadirkan produk baru, versi facelift dari Mazda CX-5. Ditunggu saja,” ujar Ricky.
Tidak hanya CX-5 facelift, PT EMI mengatakan juga akan menghadirkan sejumlah model baru dalam beberapa waktu ke depan. Sayangnya, Ricky belum mengungkapkan model apa saja yang akan diluncurkan untuk pasar Indonesia. “Kalau produk baru pasti ada. Di global juga sudah hadir beberapa model baru hingga model facelift. Tapi untuk Indonesia, hingga akhir tahun ini belum ada produk baru,” kata Ricky.
Target turun
Mazda Indonesia menurunkan target penjualan mobil Mazda tahun ini. Penyesuaian target ini akibat krisis chip semikonduktor yang membuat pasokan mobil baru ke Indonesia terbatas. “Di tahun ini kami targetkan 4.000 unit dari semua model. Tapi karena adanya keterbatasan pasokan, kita harapkan target berada di angka 3.800 sampai 3.900 unit,” kata Ricky.
Ricky mengatakan tak menutup kemungkinan Mazda bisa mencapai target awal penjualan mobil di tahun ini apabila produksi dan pasokan mobil baru kembali normal di negeri produsen, Jepang. Mazda mengakui krisis chip ini sangat berdampak terhadap penjualan mobil mereka. Masalah kekurangan semikonduktor berdampak pada pabrik Mazda di Jepang dan berujung pada pembatasan pasokan mobil baru untuk Indonesia.
“Sebenarnya surat pemesanan kendaraan bermotor (SPK) kami sudah banyak. Tapi karena memang kita tidak punya pasokan, jadi volume penjualannya kecil.” (*)