Berita

Opsi dan Fitur Ikut Tentukan Harga Mobil LCGC

mobil-lcgcJAKARTA — Harga jual kendaraan low cost green car (LCGC) terus naik. Kendaraan yang diposisikann sebagai mobil dengan harga terjangkau ini makin sulit dimiliki oleh masyarakat kelas menengah, terlebih kelas bawah. Produsen dan distributor resmi atau agen pemegang merek (APM) memang telah menetapkan harga jual untuk setiap kendaraan. Namun harga tersebut berbeda di tiap dealer.

“Harga final ada di masing-masing dealer. Kami hanya memberikan daftar harga yang di sarankan,” kata Wakil Presiden PT Toyota Astra Motor Henry Tanoto kepada Bisnis, Senin 9 Mei. Terlepas dari kebijakan diler yang memiliki mekanisme harga sendiri, harga jual beberapa produk LCGC juga terus naik, mengimbangi harga produk non-LCGC. Bahkan beberapa di antaranya lebih mahal dari mobil non-LCGC. Toyota Agya TRD S A/T misalnya, dijual dengan harga Rp136,66 juta, mendekati harga produk non-LCGC, Kia All New Picanto (Rp143,5 juta) untuk transmisi manual.

Pada saat diluncurkan pada 2013, Toyota Agya TRD S A/T harganya Rp120,75 juta. Artinya, sejak 2013, harga mobil tersebut sudah naik lebih dari 13%.

Produk LCGC Honda, yakni Brio Satya berharga lebih mahal. Produk Honda paling murah di segmen ini adalah Brio Satya dengan transmisi manual yang dijual Rp129,6 juta dan Brio Satya E CVT sebagai produk paling mahal Rp149,6 juta. Harga itu justru lebih mahal di bandingkan dengan produk non-LCGC, seperti low multi purpose vehicle (LMPV) produksi Suzuki, yakni APV Airbag Blind Van 1.5 (Rp141 juta) dan selisih tipis dengan harga Daihatsu Xenia D MT 1.0 STD (Rp155,65 juta).

Jonfis Fandy, Marketing and Aftersales Service Director PT Honda Prospect Motor mengatakan cukup mahalnya harga jual Brio Satya E CVT disebabkan karena kendaraan tersebut memang telah menggunakan transmisi otomatis. Dia meyakini, produsen dan distributor kendaraan LCGC akan menaati aturan yang disusun pemerintah dalam menetapkan harga. Menurutnya, harga jual produk LCGC akan tinggi jika konsumen menginginkan adanya tambahan asesoris.

“Di daerah bisa lebih mahal karena biaya balik nama kan cukup mahal, dan masing-masing daerah berbeda. Kalau dari kami hanya memberikan harga yang di sarankan. Tapi sejauh ini belum ada temuan harga terlampau tinggi,” katanya.

Senada dengan Jonfis, Head of Datsun Indonesia Indri Hadiwidjaja menjelaskan dua faktor yang mempengaruhi kenaikan harga LCGC, yakni biaya balik nama dan ongkos distribusi. Di sisi lain, setiap tahun produsen juga mengajukan penyesuaian harga kepada pemerintah. Penyesuaian harga ini diajukan dengan mempertimbangkan sejumlah faktor, seperti tingkat inflasi dan perubahan nilai tukar. “Tiap dealer berbeda, tergantung pada ongkos transportasi. Dari kami tahun lalu mengajukan penyesuaian 6%. Untuk tahun ini juga mengajukan tapi belum mendapat putusan,” katanya.

Chief Marketing Auto2000 Martogi Siahaan mengakui biasanya diler memang melakukan penyesuaian harga jual. Namun persen tase yang ditetapkan masih mengacu pada ketentuan yang berlaku. Dia menjamin selisih harga yang ditetapkan oleh Auto2000 tak terpaut jauh dari harga yang ditetapkan oleh APM.

Dalam Permenperin No. 33/MIND/PER/7/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau memang diperbolehkan adanya penyesuaian harga tiap tahun. Namun peraturan itu tak menyebutkan batasan maksimal atau plafon harga jual mobil murah ini. Kementerian Perindustrian sebagai regulator juga tak berupaya menetapkan batas atas harga jual kendaraan jenis ini. “Tak bisa dibatasi oleh pemerintah. Secara otomatis market-lah yang akan membatasi. Kalau misal harganya semakin mahal, pasarnya akan turun,” kata Direktur Industri Maritim, Alat Transportasi, dan Alat Pertahanan Kemenperin Yan Sibarang.

Yan menilai kenaikan harga yang ditetapkan oleh masing-masing APM masih dalam batas kewajaran, kendati ada beberapa produk yang dibanderol lebih mahal dari segmen non LCGC. “LCGC ini bukan mobil yang harganya harus lebih murah dari segmen lain.”

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan selisih harga menjadi hambatan bagi masyarakat kelas menengah untuk bisa mengakses kendaraan roda empat. Alhasil, target produksi yakni sebanyak 400.000 unit per tahun masih belum bisa terealisasi. “Target 400.000 per tahun itu bisa direvisi asal ada masukan dari GAIKINDO,” katanya.

GAIKINDO belum berencana untuk mengajukan evaluasi atau revisi target. Ketua I Gaikindo Jongkie D Sugiarto justru meminta pemerintah untuk meningkatkan stabilitas ekonomi dan daya saing industri. Menurutnya, hanya dengan stabilitas ekonomi dan daya saing industri yang kompetitif target itu bisa terealisasi. “Target itu bukan tidak mungkin, bisa saja terealisasi. Asal pertumbuhan ekonomi meningkat dan pendapatan per kapita juga meningkat terus,” katanya. (*)