JAKARTA— Pemerintah ingin menaikkan ekspor otomotif. Oleh karena itu para agen pemegang merk (APM) mobil optimistis dapat meningkatkan produksinya. Dari data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) pada 2018 , ekspor mobil utuh (completely built-up, CBU) menyentuh 264 ribu unit, dan dalam bentuk terurai (completely knocked-down, CKD) sekitar 82 rubu unit, sehingga total menembus 346.000 unit. Tahun ini ditargetkan bisa menembus 400 ribu sampai 450 ribu unit.
Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO), volume ekspor mobil CBU Indonesia pada periode Januari-April 2019 mencapai 90.236 unit dan ekspor CKD mencapai 24.971 unit. Bob Azam, Direktur Administrasi, Korporasi, dan Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) menjelaskan untuk semester pertama 2019 diperkirakan hasilnya akan sama dengan periode sama tahun lalu. “Target kami tentu bisa naik tiga persen sampai lima persen di tahun ini,” kata Bob seprti dikutip KONTAN, Kamis 23 Mei 2019.
Ia menyebut, dalam lima tahun terakhir Toyota Fortuner konsisten menjadi model mobil jenis sport utility vehicle(SUV) penyumbang terbesar bagi prestasi ekspor Toyota Indonesia. Di tahun 2019, Toyota menargetkan pertumbuhan ekspor di atas lima meski situasi makro ekonomi dunia masih tidak menentu. “Saat ini kami fokus untuk mencari pasar-pasar ekspor non tradisional baru untuk mencapai target tersebut,” kata Bob.
Stagnasi pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019 yang kurang menguntungkan akibat peningkatan ketegangan dalam perdagangan global serta kondisi pasar keuangan yang fluktuatif, menjadi tantangan besar bagi kinerja ekspor otomotif di Indonesia. Di tengah kondisi tersebut, eskpor CBU merek Toyota masih menorehkan prestasi positif di kuartal pertama 2019 yang mencatatkan kenaikan moderat persen dengan volume sebesar 46.130 unit dibanding periode yang sama 2018 (45.350 unit).
Performa positif Januari-Maret 2019 ini didukung model SUV Fortuner buatan Pabrik Karawang 1 PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang menempatkan posisi sebagai kontributor terbesar. Mobil yang menjadi favorit di Kawasan Timur Tengah (GCC), Amerika Selatan, dan ASEAN ini tercatat menyumbangkan total 11.165 unit atau 24 persen dari total ekspor CBU kendaraan bermerek Toyota.
Selain mengapalkan kendaraan utuh bermerek Toyota, TMMIN turut pula mengirimkan kendaraan setengah jadi (CKD), mesin utuh, serta komponen kendaraan. Hingga Maret 2019, TMMIN berhasil mengekspor CKD sebanyak 9.900 unit, mesin utuh bensin sebanyak 25.750 unit, mesin utuh etanol sejumlah 2.360 unit, serta komponen kendaraan sebanyak 26 juta unit.
Sementara itu, Mukiat Sutikno, Presiden Direktur PT Hyundai Mobil Indonesia menjelaskan ekspor saat ini masih mengandalkan model Hyundai H-1 (Grand Starex). Dari data GAIKINDO pengapalan ekspor Hyundai ke Thailand pada periode Januari-April 2019 mencapai 1.291 unit. “Kami masih studi untuk model dan pasar lain,” kata Mukiat.
Mukiat mengaku untuk pasar ekspor saat ini yang masih potensial yakni jenis Sport Utility Vehicle (SUV). Saat ini Hyundai memiliki beberapa varian SUV seperti Hyundai Santa Fe “Untuk negara tujuan baru harus dapat restu dari prinsipal Hyundai Motor Corporation (HMC),” kata Mukiat.
Selain itu, pabrikan Jepang Suzuki juga berniat untuk memperbanyak ekspor. PT Suzuki Indomobil Sales (SIS) ingin memperbanyak pasar ekspor Suzuki Carry yang awalnya 59 negara menjadi 100 negara di tahun ini. Direktur Pemasaran PT SIS 4W Donny Saputra menjelaskan ekspor tersebut akan meningkatkan penjualan keseluruhan Suzuki. “Dalam waktu dekat akan segera dikirimkan ekspor produk baru dari Suzuki Carry,” kata Donny.
Dari data GAIKINDO pada periode Januari-April 2019, Suzuki telah mengekspor ke negara Asia, Oceania, Amerika Selatan sebanyak 10.080 unit. Selain model Carry, Suzuki banyak mengekspor jenis model All New Ertiga dan Seri APV. “Situasi perang dagang belum ganggu penjualan ekspor kami,” katanya. (*)